Di kawasan Eropa, European Central Bank (ECB) telah menurunkan suku bunga kebijakan moneternya, sejalan dengan inflasi yang menurun ke arah sasaran jangka menengah sebesar 2 persen.
Di Asia, People Bank of China (PBoC) juga telah menurunkan suku bunga sejalan dengan inflasi yang rendah, dan permintaan domestik yang masih lemah.
Berbagai perkembangan itu mendorong makin meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, dan meningkatkan aliran masuk modal asing ke negara berkembang termasuk Indonesia.
“Ke depan, kejelasan arah penurunan suku bunga negara maju khususnya AS, diprakirakan akan makin mendorong aliran masuk modal asing dan memperkuat stabilitas eksternal negara berkembang,” tulis BI.
Baca juga: Gubernur BI: Rupiah Masih Akan Terus Menguat
Ketujuh, perkiraan penurunan FFR. FFR atau bunga acuan bank sentral AS The Fed adalah acuan tingkat bunga global. Penurunannya sangat berpengaruh terhadap nilai tukar USD. FFR turun, kurs USD juga mengikuti. Kurs USD mengendur, nilai tukar mata uang global menguat terhadap USD.
Para pengamat memperkirakan, setelah penurunan 50 basis poin Rabu (18/9/2024) waktu AS, The Fed diprediksi akan menurunkan lagi FFR 50 bps akhir tahun ini, 100 bps selama tahun depan, dan 50 bps pada 2026 hingga akhirnya bunga FFR menjadi 2,75-3,00 persen.
Para pengamat pasar uang berbeda-beda memperkirakan penguatan rupiah hingga akhir tahun ini. Ada yang menyebut Rp15.000 per USD, ada yang menyatakan Rp14.700, ada juga yang berpendapat sedikit di bawah Rp15.000.
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya di GOOGLE NEWS