URBANCITY.CO.ID – Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu prasyarat Indonesia bisa menjadi negara maju dan keluar dari middle income track. Selama ini pembangunan infrastruktur fisik dan nonfisik itu mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kemampuannya terbatas.
RAPBN 2025 misalnya, mengalokasikan anggaran Rp400,3 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Terutama untuk infrastruktur pendidikan dan kesehatan, konektivitas, pangan dan energi, serta IKN. Anggaran sebesar itu baru mampu mendukung pencapaian rasio infrastructure stock 49 persen dari PDB.
“Karena itu pemerintah terus meningkatkan skim pembiayaan infrastruktur melalui pembiayaan kreatif yang melibatkan partisipasi swasta, untuk meringankan beban APBN,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam peluncuran “Regulasi Pembiayaan Kreatif Untuk Pembangunan Infrastruktur” di Jakarta, Rabu (28/8/2024), melalui keterangan tertulis.
Kemenko Perekonomian bersama kementerian dan lembaga terkait, telah menyelesaikan penyusunan regulasi pembiayaan kreatif itu. Yaitu, berupa skema Hak Pengelolaan Terbatas (HPT), dan skema Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan (P3NK) atau Land Value Capture (LVC).
Penyusunanan kedua skema pembiayaan infrastruktur itu didasarkan atas Perpres No 66/2024 tentang Perubahan atas Perpres No 32/2020, serta Perpres No 79/2024.
Dikenal sebagai asset recycling, HPT merupakan skema optimalisasi Barang Milik Negara (BMN) dan aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN), guna mendapatkan pendanaan dari luar pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur.