URBANCITY.CO.ID – Seperti sudah diberitakan pekan lalu, faktor eksternal membuat rupiah kembali melemah ke atas Rp15.500
per dolar AS (USD), setelah sempat menguat ke Rp15.150 pasca pemangkasan bunga The Fed dan BI Rate.
Menurut keterangan Bank Indonesia (BI) Jum’at (11/10/2024), pada penutupan perdagangan Kamis (10/10/2024), nilai tukar rupiah ditutup pada level (bid) Rp15.660/USD.
Merosotnya nilai rupiah itu membuat yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun naik ke level 6,67 persen, Indeks Dolar atau DXY menguat ke level 102,99 bersamaan dengan naiknya imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS atau US Treasury Note 10 tahun ke level 4,062 persen.
Depresiasi rupiah membuat premi CDS Indonesia 5 tahun per 10 Oktober 2024 naik ke level 68,30 bps, dibanding 4 Oktober 2024 yang tercatat 67,25 bps.
Selain itu juga membuat aliran masuk modal asing portofolio sepekan ini minus, karena dipindahkan ke USD sebagai safe heaven.
Berdasarkan data transaksi 7 – 10 Oktober 2024, nonresiden (asing) tercatat jual neto Rp2,84 triliun.
Terdiri dari jual neto Rp4,47 triliun di pasar saham, beli neto Rp4,37 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp2,73 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Namun selama 2024, berdasarkan data setelmen s.d. 10 Oktober 2024, aliran masuk modal asing masih surplus. Nonresiden tercatat beli neto Rp46,68 triliun di pasar saham, Rp41,19 triliun di pasar SBN dan Rp193,51 triliun di SRBI.
Sementara selama semester-II 2024 saja (1 Juli – 10 Oktober), asing tercatat beli neto Rp46,33 triliun di pasar saham, Rp75,15 triliun di pasar SBN, dan Rp63,16 triliun di SRBI.