URBANCITY.CO.ID – Uang beredar adalah indikator aktivitas ekonomi. Kenaikan atau penurunan uang beredar mengindikasikan menurun atau meningkatnya likuiditas untuk transaksi dan aktivitas ekonomi. Salah satu petunjuknya adalah penyaluran kredit dan tagihan kepada pemerintah pusat (pempus).
Kredit yang dimaksud di sini hanya dalam bentuk pinjaman (loans). Tidak termasuk instrumen keuangan yang dipersamakan dengan pinjaman, seperti surat berharga (debt securities), tagihan akseptasi (banker’s acceptances), dan tagihan repo.
Selain itu, juga tidak termasuk kredit yang diberikan oleh kantor bank yang berkedudukan di luar negeri, dan kredit yang disalurkan kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk (orang asing).
Keterangan resmi Bank Indonesia (BI) yang dirilis kemarin menyebutkan, likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada Desember 2024 tercatat Rp9.210,8 triliun, tumbuh 4,4 persen secara tahunan (yoy).
Merosot dibanding pertumbuhan November 2024 yang tercatat 6,5 persen yoy (di rilis November BI menyebut angka 7,0 persen).
Perkembangan uang beredar Desember 2024 itu didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 5,8 persen (yoy) dan uang kuasi 0,3 persen (yoy). Melorot dibanding pertumbuhan M1 pada November 2024 yang tercatat 9,1 persen (yoy) dan uang kuasi 2,3 persen (yoy).
Baca juga: November Uang Beredar Hanya Naik Sedikit, Pilkada Serentak Nggak Ngaruh
M2 adalah M1 ditambah uang kuasi dan surat berharga yang diterbitkan sistem moneter, dan dimiliki swasta domestik dengan sisa jangka waktu (tenor) sampai 1 tahun.