URBANCITY.CO.ID – Di tengah tren global yang semakin mengarah pada elektrifikasi kendaraan, beberapa produsen otomotif di Jepang memilih untuk mengambil jalur yang berbeda. Bersama perusahaan energi ENEOS, mereka sedang mengembangkan bahan bakar alternatif yang rendah karbon, terbuat dari biomassa non-pangan seperti kayu dan kertas daur ulang.
Dikutip dari Carscoops pada Kamis, 10 Juli, kolaborasi ini melibatkan Nissan, Mazda, Subaru, Toyota, dan ENEOS, dan fokus pada penciptaan bahan bakar sintetis yang ramah lingkungan. Uji coba pertama bahan bakar ini akan dilakukan di ajang balap Super Taikyu Jepang, khususnya di kelas ST-Q.
Berbeda dengan etanol konvensional seperti E85 yang menggunakan bahan pangan seperti jagung atau tebu, bahan bakar ini berasal dari limbah non-pangan, seperti rumput liar dan serpihan kayu. Dengan cara ini, Jepang berharap dapat menghindari dilema antara produksi bahan bakar dan kebutuhan pangan.
“Untuk memangkas emisi lebih jauh, kita harus mengurangi CO₂ yang dihasilkan dari bahan bakar cair. Oleh karena itu, kami mendorong riset dan pemanfaatan e-fuels dan biofuel seperti yang digunakan di Super Taikyu hari ini,” ungkap Yuichiro Fujiyama, Chief Technology Officer ENEOS.
Baca Juga : Kemenperin dan Hiroshima University Perkuat Pengembangan SDM Indonesia-Jepang
Langkah ini juga mendapat dukungan dari para eksekutif otomotif. Tetsuo Fujinuki, CTO Subaru, menilai bahwa diversifikasi energi adalah kunci untuk menghadapi tantangan lingkungan. “Mobil itu produk yang memikat. Karena itu, kita perlu menghadapi tantangan lingkungan seperti emisi dan netralitas karbon dengan berbagai pendekatan,” kata Fujinuki.
Sebagai referensi, para pelaku industri Jepang juga menyoroti keberhasilan Brasil yang telah lama menggunakan kendaraan berbahan bakar campuran berbasis etanol tebu. Namun, ENEOS menegaskan bahwa insentif seperti subsidi bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan. “Faktor terpenting adalah apakah masyarakat mau berkontribusi dalam mencegah pemanasan global, bahkan jika itu berarti harus membayar lebih mahal,” ujar Fujiyama.