URBANCITY.CO.ID – Baru berjalan delapan bulan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto ternyata menimbulkan masalah serius. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyarankan agar pemerintah menghentikan sementara program ini untuk evaluasi menyeluruh.
Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM INDEF, Izzudin Al Farras, menjelaskan bahwa hingga 28 Agustus 2025, sudah lebih dari 4.000 siswa mengalami keracunan akibat makanan dari program MBG.
“Dari total 8 bulan pelaksanaan program MBG, per 28 Agustus Pak Presiden menyampaikan bahwa MBG telah diterima oleh 23 juta penerima manfaat. Namun, dalam 8 bulan pelaksanaannya MBG telah memakan lebih dari 4 ribu korban keracunan dan berbagai permasalahan tata kelola yang buruk,” ujarnya dalam Diskusi Publik INDEF: Menakar RAPBN 2026, Kamis (4/9/2025).
Izzudin menegaskan bahwa angka korban ini bukan sekadar statistik biasa.
“Kalau sudah lebih dari 4 ribu korban ini, maka korban dianggap sekedar angka statistik, serta permasalahan terjadi karena lemahnya aspek perencanaan dan pengawasan,” tambahnya.
Baca Juga : Harpelnas 2025, Bank Muamalat Jaga Layanan Tetap Andal dan Prima
Selain masalah keracunan, tata kelola distribusi makanan di lapangan juga dinilai kacau. Standar gizi dan kebersihan tidak terjaga dengan baik, dan koordinasi antarinstansi lemah. Kondisi ini membuat INDEF yakin bahwa program MBG harus dievaluasi total sebelum diperluas.
“Kami menilai bahwa program MBG ini harus dihentikan sementara, untuk adanya evaluasi total pelaksanaan program MBG di seluruh Indonesia. Karena korban sudah banyak yang berjatuhan,” kata Izzudin.
INDEF juga mengingatkan agar pemerintah tidak langsung memperbesar anggaran MBG yang direncanakan melonjak dari Rp71 triliun menjadi Rp335 triliun pada RAPBN 2026.
“Jangan sampai kita mau ekspansi program MBG dari Rp 71 triliun yang direncanakan pada awal tahun ini ke Rp 335 triliun pada RAPBN 2026, itu jangan sampai angka korbannya melonjak seperti lonjakan anggaran juga,” jelas Izzudin.
Ia menambahkan, pemerintah harus berani mengakui kelemahan pelaksanaan program di 16 provinsi, mulai dari distribusi makanan, pengawasan kualitas, hingga partisipasi masyarakat.
Sebagai solusi, INDEF menyarankan agar program MBG difokuskan dulu di lima provinsi dengan tingkat stunting dan kemiskinan tertinggi, yaitu Aceh, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya.
“Harapannya program MBG di tahun mendatang itu justru dikecilkan skalanya,” ujar Izzudin.
Dengan skala yang lebih kecil, pemerintah bisa lebih mudah memantau dan memperbaiki sistem sebelum memperluas program ke seluruh Indonesia.