URBANCITY.CO.ID – Satu pekan setelah terjadinya banjir bandang besar di Sumatera, misteri terkait pemilik gelondongan kayu yang ditemukan di lokasi bencana mulai terungkap. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengambil langkah tegas dengan menyegel empat perusahaan atau subyek hukum yang menguasai lahan di wilayah tersebut pada Sabtu, 6 Desember 2025.
Ini dilakukan setelah tim Gakkum Kehutanan mendalami dugaan pelanggaran di Daerah Aliran Sungai Batang Toru, Sumatera Utara. Mereka kumpul sampel kayu dan minta keterangan dari berbagai pihak.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni bilang, hasil penyelidikan tunjukkan ada 12 perusahaan yang diduga bikin banjir di Sumatera Utara dan sekitarnya.
“Sesuai dengan apa yang sudah saya sampaikan di DPR, tim kami di lapangan sudah mulai melakukan operasi penegakan hukum dengan penyegelan 4 subyek hukum dari sekitar 12 subyek hukum yang diduga melakukan pelanggaran berkaitan dengan bencana di Sumatera,” ucapnya. Sabtu (6/12/2025).
Masih ada 8 perusahaan lain yang bakal disegel juga. Nah, siapa saja yang diduga jadi penyebab banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat?
Keempat perusahaan yang disegel ini ada di Kabupaten Tapanuli Selatan. Ini daftarnya:
- Areal konsesi TPL Desa Marisi, Kecamatan Angkola Timur
- PHAT Jhon Ary Manalu Desa Pardomuan, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara
- PHAT Asmadi Ritonga Desa Dolok Sahut, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara
- PHAT David Pangabean Desa Simanosor Tonga, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Penyegelan ini buat nindak tegas perusakan hutan. Raja Juli janji, pihaknya bakal hukum berat siapa pun yang terbukti rusak hutan, yang bikin banjir telan ratusan nyawa dan hancurkan rumah warga.
Update dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB per 6 Desember 2025, korban tewas akibat banjir di Sumatera udah 914 jiwa, dan korban hilang 389 orang.
Sekarang, soal misteri gelondongan kayu di banjir Sumatera. Dulu dilaporkan, kayu-kayu gelondongan tercecer di dua desa di Sumatera Utara pas banjir bandang. Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bilang, salah satu daerah terparah adalah Kabupaten Tapanuli Selatan.
Kayu-kayu ukuran macam-macam itu isi rumah warga dan numpuk di sungai di jembatan Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan.
“Ada dua desa yang mungkin kalau pernah muncul ya di video itu ada kayu-kayu gelondongan besar segala macam itu ya, ternyata itu di Tapanuli Selatan, itu makanya kayu-kayu besar sampai masuk rumah dan segala macam itu. Itu parah ya,” kata dia.
Manajer Riset Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Sumatera Barat, Andre Bustamar, bilang kemunculan kayu-kayu ini tunjukkan dugaan kuat ada penebangan di hulu DAS. Dia yakin, ini bukti eksploitasi hutan masih jalan di sana.
“Kuat dugaan saya bahwa praktik eksploitasi hutan masih berlangsung dan menjadi penyebab langsung meningkatnya risiko bencana ekologis,” ucapnya.
Andre jelasin, banjir di Sumatera bukan cuma faktor alam, tapi akumulasi krisis lingkungan karena pemerintah gagal kelola Sumber Daya Alam. Aktivitas kayak deforestasi, tambang emas ilegal, dan hukum lemah jadi penyebab Sumatera sering didera bencana ekologis.
Direktur Eksekutif Walhi, Riandra, catat bahwa Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Tapanuli Selatan daerah paling terdampak kayu gelondongan ada di ekosistem Batang Toru. Dalam 8 tahun terakhir, Walhi Sumatera Utara temukan aktivitas pengelolaan Batang Toru, kayak PLTA Batang Toru.
“Selain PLTA Batang Toru, pertambangan emas juga berada tepat di Sungai Batang Toru,” kata dia.
Aktivitas industri ini khawatir putus habitat orang utan dan harimau, plus rusak sungai. Belum lagi, aktivitas serupa ada di desa lain, kayak di kecamatan Sipirok yang jadi tempat kemitraan kebun kayu dengan PT TPL.
Catatan Walhi tunjukkan, banjir di Aceh-Sumatera bukan alamiah, tapi akumulasi rusak ekologi dan gagal pemerintah hentikan kerusakan hutan.



