Rilis S&P Global menyebutkan, kontraksi PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 dipengaruhi oleh penurunan output (produksi) dan permintaan baru yang paling tajam sejak Agustus 2021. Permintaan asing juga turun makin cepat hingga paling dalam sejak Januari 2023.
Pelemahan penjualan itu menyebabkan peningkatan stok barang jadi selama dua bulan berjalan, dan menahan pelaku industri menambah produksi.
Economics Director S&P Global Market Intelligence Paul Smith menyatakan, penurunan penjualan itu ditanggapi perusahaan dengan mengurangi karyawan, meski banyak yang percaya hal itu hanya berlangsung sementara.
Para responden berharap kondisi ekonomi akan lebih stabil, dan mendorong permintaan baru dan kenaikan produksi dalam setahun ke depan.
Baca juga: Industri Pengolahan Belum Pede Tambah Produksi, Kontraksi Berlanjut
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kembali menyatakan, tidak suprise dengan kontraksi lebih dalam pada industri manufaktur Indonesia itu.
“Penurunan PMI Manufaktur Agustus 2024 terjadi, karena belum ada kebijakan signifikan dari kementerian/lembaga terkait yang mampu meningkatkan kinerja industri manufaktur,” katanya seperti dikutip keterangan tertulis Kementerian Perindustrian kemarin (2/9/2024).
Menperin menuding pelemahan produksi dan penjualan industri pengolahan itu, dipengaruhi oleh banjir barang impor murah ke pasar Indonesia sejak Mei 2024.
“Adanya barang impor murah membuat masyarakat lebih memilih produk impor dengan alasan ekonomis. Dampaknya membuat penjualan produk serupa di dalam negeri dan utilisasi mesin produksinya menurun,” jelas Menteri Agus.