Sebagaimana diketahui, fintech lending adalah perusahaan yang menyalurkan pembiayaan dari pemilik dana (lender) kepada peminjam (borrower) melalui aplikasi teknologi.
Untuk itu lender sebagai pemilik dana akan menerima pengembalian (yield) senilai tertentu, misalnya 3 persen per bulan, dari penyelenggara fintech lending.
Sedangkan fintech lending mengenakan bunga yang lebih tinggi kepada borrower, katakanlah 4 persen. Selisih antara yield kepada lender dan bunga kepada borrower menjadi pendapatan fintech lending.
Ada rencana membatasi manfaat ekonomi atau pendapatan untuk fintech lending itu oleh OJK. Juga pembatasan pengenaan bunga kepada borrower agar lebih terjangkau. Saat ini bunga fintech lending terbilang tinggi.
Baca juga: 16 Fintech Lending Belum Penuhi Ketentuan Modal Minimum
Namun menurut Agusman rencana itu masih dalam pengkajian, mempertimbangkan berbagai aspek antara lain kondisi makroekonomi, kinerja industri, dan perlindungan konsumen.
“Industri fintech lending perlu didorong meningkatkan efisiensi operasional, teknologi, dan pengelolaan risiko untuk menghadapi penurunan suku bunga. Namun, mereka juga perlu menjaga profitabilitas dan kualitas pendanaannya,” jelas Agusman.
Ia mengungkapkan, saat ini terdapat 16 fintech lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Sebanyak enam fintech lending dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor.
“Penyelenggara fintech lending yang tidak memenuhi ekuitas minimum, telah dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku. OJK meminta mereka menyampaikan action plan pemenuhan kecukupan permodalan ke OJK,” pungkas Agusman.