URBANCITY.CO.ID – Ekonomi global berpotensi mengalami stagflasi dalam setahun ke depan, dan dampaknya bisa terasa di Indonesia. Survei terbaru Bank of America (BoA) menunjukkan 71% fund manager memperkirakan kondisi ini akan terjadi. Stagflasi, di mana inflasi tinggi bersamaan dengan perlambatan ekonomi, kini menjadi kekhawatiran utama para analis global.
Menurut Ekonom Budi Frensidy, tanda-tanda stagflasi sudah terlihat dari data manufaktur AS, yield obligasi tenor 10 tahun yang tinggi, serta suku bunga The Fed yang tak kunjung turun. Dampaknya, aliran modal keluar dari negara berkembang, termasuk Indonesia, semakin besar.
“Agak mengkhawatirkan karena pertumbuhan ekonomi melambat sementara inflasi tetap tinggi. Investor menarik dananya dari pasar saham dan obligasi kita, menyebabkan tekanan besar pada rupiah,” ujar Budi kepada Kontan, Rabu (26/3).
Baca juga : Begini Kondisi Ekonomi Indonesia Saat Ini, Simak Ulasannya!
Ekonom Bright Institute, Yanuar Rizky, menambahkan bahwa kenaikan harga emas dan tembaga juga mengindikasikan stagflasi. “Global hedge fund sedang melakukan rebalancing untuk menghadapi inflasi. Itu sebabnya, sepanjang 2025 tren stagflasi masih akan berlanjut,” jelasnya.
Ia juga menyoroti kebijakan bank sentral global seperti Bank of Japan (BOJ), Bank Rakyat China (PBoC), dan Bank Sentral Eropa (ECB), yang sibuk mengatasi potensi krisis di sektor keuangan masing-masing. Sementara itu, Indonesia menghadapi tantangan berat karena kualitas belanja negara yang buruk, peningkatan utang, serta perlambatan ekspor-impor dengan China.