Ia menyebut saat ini nilai tukar Rupiah secara bulanan (hingga 21 Mei 2024) menguat 1,66% (ptp), setelah April melemah 2,49% (ptp). Penguatan kurs Rupiah itu diklaimnya merupakan dampak positif kebijakan BI yang menaikkan BI rate dari 6% menjadi 6,25% April lalu.
“Transmisi kebijakan moneter pascakenaikan BI-Rate berjalan baik. Kebijakan itu mendorong aliran masuk modal asing, terutama ke SBN (Surat Berharga Negara) dan SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) sebesar USD4,2 miliar hingga 20 Mei 2024,” ujar Perry.
Ia mengungkapkan, BI juga terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro-market. Yaitu SRBI, SVBI (Sekuritas Valas Bank Indonesia), dan SUVBI (Sukuk Valas Bank Indonesia), untuk mendukung aliran masuk modal asing.
“Hasil asesmen menunjukkan penerbitan SRBI meningkatkan transmisi kebijakan moneter ke pasar uang, pasar SBN, dan pasar valas, dan berpengaruh positif terhadap pemanfaatan aset portofolio bank dalam optimalisasi pembiayaan kredit,” kata Perry.
Hingga 21 Mei 2024, posisi SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat Rp508,41 triliun, USD2,13 miliar, dan USD257 juta.
“Di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi, penerbitan SRBI mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri. Tercermin dari kepemilikan asing yang meningkat dari Rp71,55 triliun (18,18% dari total outstanding) pada 23 April 2024, menjadi Rp142,90 triliun (28,11% dari total outstanding) pada 21 Mei 2024,” tuturnya.
Baca juga: Modal Asing Mulai Masuk Lagi, Rupiah Menguat
Perry pun menyebut bunga SRBI tenor 6, 9, dan 12 bulan per 17 Mei 2024 yang masing-masing tercatat 7,29%, 7,38%, dan 7,48%. Meningkat dibanding hasil lelang 19 April 2024 sebesar 6,81%, 6,82%, dan 6,94%, sehingga mendukung efektivitas SRBI sebagai instrumen moneter pro-market.