Tidak disebutkan total luas lahan yang bisa disediakan melalui kolaborasi dengan berbagai instansi tersebut. Tapi, untuk lahan idle eks HGU dan HGB saja, Ara menyebut potensinya mencapai 1,5 juta hektar.
“Biaya tanah mencapai kurang lebih 30 persen dari biaya pengadaan rumah. Selebihnya biaya konstruksi (material dan jasa kontraktor). Kalau kita bisa mengadakan tanah murah atau gratis untuk rumah MBR, harganya bisa ditekan,” kata Ara.
Ia tidak menyebut posisi dan peran developer real estate yang mengembangkan rumah MBR dalam pengadaan tanah tersebut. Apakah ke depan developer hanya dilibatkan dalam membangun rumah MBR tanpa harus mengadakan tanahnya atau bagaimana?
Pembiayaan
Untuk membiayai pemilikan rumah MBR, Kementerian PKP menyatakan akan merilis pembiayaan kreatif dan alternatif. “Saya bisa sampai 8 kali sebulan berdiskusi dengan Dirut BTN (Nixon LP Napitupulu) membahas soal skema pembiayaan tersebut,” ungkap Ara.
Menteri PKP belum menyatakan secara spesifik bentuk skema pembiayaan kreatif dan alternatif itu. Ia hanya menyatakan, pembiayaan bisa didapat dari agunan lahan gratis yang berasal dari CSR korporasi, slip pendapatan pekerja formal dan informal termasuk ASN dan anggota TNI/Polri, CSR korporasi, dan kredit perbankan seperti BTN. Yang mana yang terbilang pembiayaan kreatif dan alternatif?
Pajak
Untuk lebih menekan harga rumah, Kementerian PKP juga mengupayakan penghapusan pajak dan bea untuk pengadaan rumah MBR, bekerja sama dengan Kementerian Keuangan. Maruarar mengungkapkan, ada 21 persen pajak dan bea serta retribusi yang harus dibayar berkenaan dengan pembangunan rumah MBR.