URBANCITY.CO.ID – Belum ada sentimen positif baik dari dalam maupun luar negeri yang bisa menguatkan nilai tukar rupiah. Di luar negeri eskalasi ketegangan geoplitik di Timur Tengah makin meningkat.
Di dalam negeri Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming, sampai Minggu (27/10/2024) masih disibukkan dengan retreat bersama para menterinya di Akademi Militer, Magelang. Belum melansir kebijakan atau terobosan yang membuat pasar sumringah.
Mengutip keterangan Bank Indonesia (BI), Jum’at (25/10/2024), pada akhir perdagangan Kamis (24/10/2024), rupiah ditutup pada level (bid) Rp15.575 per dolar AS (USD). Melemah dibanding penutupan perdagangan Kamis pekan sebelumnya yang tercatat Rp15.490/USD.
Pada awal perdagangan Jum’at (25/10/2024), kurs rupiah dibuka makin kendur pada level (bid) Rp15.580 per USD. Dan makin melemah menjadi Rp15.646 pada penutupan perdagangan.
Data perekonomian AS sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia yang positif, membuat indeks USD atau DXY menguat ke level 104,6, seiring kenaikan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS atau US Treasury Note 10 tahun ke level 4,212 persen.
Kenaikan yield US Treasury itu membuat investor portofolio mengalihkan sebagian uangnya di negara-negara emerging market termasuk Indonesia, ke surat utang berdenominasi dolar AS tersebut.
Untuk menahan perpindahan lebih banyak modal portofolio itu ke dolar AS, yield Surat Berharga Negara (SBN) terbitan pemerintah Indonesia tenor 10 tahun, Kamis (24/10/2024), naik ke 6,75 persen sebelum turun menjadi 6,68 persen, Jum’at (25/10/2024).