URBANCITY.CO.ID – Hilirisasi mineral kritis (critical minerals) seperti nikel, merupakan salah satu kebijakan utama pemerintah Indonesia dalam memperkuat daya saing ekonomi nasional, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan.
Program hilirisasi itu juga bertujuan memperoleh multiplier effect, seperti meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menarik investasi ke dalam negeri, menghasilkan devisa ekspor, dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
“Hilirisasi nikel berhasil meningkatkan nilai ekspor produk turunannya. Terlihat dari nilai ekspor yang meningkat delapan kali lipat, dari USD4,31 miliar pada 2017 menjadi USD34,44 miliar pada 2023,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip keterangan tertulis Kemenko Perekonomian, Sabtu (14/9/2024).
Airlangga menyatakan hal itu dalam sambutannya pada acara ground breaking HPAL Neo Energy di kawasan industri Neo Energy Morowali Industrial Estate (NEMIE), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Sabtu (14/9/2024).
Neo Energy (China) membangun smelter High-Pressure Acid Leaching (HPAL) pertama di Indonesia di NEMIE, yang diklaim sepenuhnya menggunakan energi terbarukan.
Smelter itu akan mengolah bijih nikel atau limonite menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) sebagai bahan prekusor katoda baterai kendaraan listrik atau EV. Proyek baterai HPAL Neo Energy diharapkan menambah kapasitas MHP nasional sebanyak 120 ribu MT per tahun.
NEMIE didesain menjadi pusat pengolahan mineral berbasis energi hijau. Semua operasional di kawasan akan menggunakan 100 persen energi terbarukan, termasuk tenaga air dan surya, yang menjadikannya praktik industri ramah lingkungan.