URBANCITY.CO.ID – Imbal hasil atau yield Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tidak mempengaruhi likuiditas (kecukupan dana) perbankan, apalagi menyebabkan pengetatan.
Bank Indonesia dalam keterangan tertulis hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang dirilis di Jakarta, Rabu (17/7/2024), mengakui ada gap antara pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) atau simpanan masyarakat di bank yang hanya 8,63 persen secara tahunan (yoy) pada Mei 2023, dibanding pertumbuhan penyaluran kredit yang tercatat 12,15 persen.
Namun, demikian BI menilai likuiditas perbankan masih sangat cukup. Tergambar dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) perbankan per Juni 2024 yang tinggi sebesar 25,36 persen.
“(Rasio itu) lebih dari cukup, karena history-nya alat likuid per DPK secara umum tidak lebih dari 15 persen,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG BI itu.
Karena itu Perry membantah para pengamat yang menyatakan ada crowding out, atau perpindahan dana dari pasar uang ke instrumen SRBI dan SBN (Surat Berharga Negara) karena yield-nya jauh lebih tinggi, yang membuat likuiditas perbankan tertekan.
Keterangan tertulis BI menyebutkan, yield SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per 12 Juli 2024 tercatat 7,30 persen, 7,39 persen, dan 7,43 persen. Lebih tinggi dibanding bunga deposito yang rata-rata sekitar 5 persen.
Perry menunjuk penyaluran kredit yang tetap ekspansif, untuk menggambarkan likuiditas perbankan masih memadai. Per Mei 2024 penyaluran kredit tercatat tumbuh 12,15 persen.