Bukti lain terlihat dari rasio kecukupan modal perbankan atau capital adequacy ratio (CAR) yang juga tetap tinggi, sebesar 26,14 persen per Mei 2024. Risiko kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL)-nya juga rendah, sebesar 2,34 persen (bruto) dan 0,79 persen (neto).
Baca juga: BI: Pertumbuhan Kredit Tetap Tinggi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas perbankan tidak menyebut adanya crowding out, tapi menyatakan likuiditas perbankan tertekan, menyusul gap antara pertumbuhan DPK dan penyaluran kredit.
Bank-bank menjual surat berharga (seperti SBN dan SRBI) yang dipegangnya sehingga mengurangi alat likuidnya. Tekanan terhadap likuiditas perbankan itu terlihat pada penurunan rasio likuiditas.
Ada perbedaan waktu data yang digunakan antara BI dan OJK serta para pengamat dalam soal ini. BI memakai data Mei-Juni 2024 untuk memperlihatkan likuiditas perbankan masih cukup.
Sementara OJK dan pengamat melihat perkembangan selama Juli, saat rupiah tertekan penguatan dolar AS. Untuk menstabilkannya, medio Juli BI menaikkan yield SRBI untuk menarik masuknya modal asing.
Yield SRBI naik, para dana di pasar uang pun ramai-ramai pindah ke SRBI, sehingga bank-bank kesulitan mendapatkan dana dan likuiditasnya tertekan.
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya di GOOGLE NEWS