Kedua, digitalisasi tak hanya dari sisi pemasaran dan pembayaran, melainkan juga dari sisi pencatatan keuangan dan pembiayaan.
Ketiga, pentingnya akses terhadap informasi untuk mengurangi informasi asimetris antara lembaga keuangan dan UMKM serta akses pasar.
Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi memandang cerah prospek pembiayaan UMKM. Porsi kredit perbankan kepada UMKM per April 2024 baru 7,3% atau di bawah Rp1.400 triliun. Jadi, terdapat peluang bagi lembaga pembiayaan untuk mencapai Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) sebesar 30%.
Namun potensi itu menjumpai tantangan. Yaitu permodalan dan SDM kebanyakan UMKM yang maish terbatas. Kajian BI-FEB UI itu diharapkannya memperluas cakupan alternatif untuk mencapai RPIM tersebut.
Kajian mengidentifikasi dan mengonfirmasi pembiayaan generik yang dapat dimanfaatkan lembaga keuangan sebagai alternatif. Temuan utama kajian adalah, pentingnya akuisisi data nasabah dengan cara inovatif untuk mengurangi informasi asimetris antara UMKM dan lembaga keuangan.
Baca juga: Penghargaan “Bank Business Matching Pembiayaan UMKM” dari BI untuk Bank DKI
Implementasinya, pemanfaatan data konvensional dan alternatif untuk menentukan kelayakan debitur UMKM, serta pentingnya peran stakeholders dalam ekosistem pembiayaan digital.
Lembaga keuangan dapat menggunakan big data analytics yang dipadukan dengan machine learning untuk memprediksi repayment capacity calon debitur UMKM.
Kajian pembiayaan digital turut memuat analisis yang dilakukan lembaga keuangan, upaya mitigasi risiko, tantangan yang dihadapi, serta upaya untuk mengatasinya. Harapannya kajian itu dapat menjadi panduan industri keuangan, untuk memperluas alternatif pembiayaan yang lebih inklusif.