Sedangkan pada KPR SSB, pemerintah memberikan subsidi dengan membayar selisih bunga KPR subsidi dengan bunga KPR komersial ke bank penyalur KPR. Dananya tidak kembali lagi ke pemerintah.
Baca Juga: Kinerja Kuartal I-2024, Kredit BTN Tembus Rp344,2 Triliun
Misalnya, bunga KPR komersial 12%, sedangkan bunga KPR subsidi 5%, maka selisih bunga 7% menjadi tanggungan pemerintah yang dibayarkan ke bank penyalur KPR.
Nixon mencontohkan, pemerintah bisa menempatkan dana FLPP yang dianggarkan Rp19-25 triliun setiap tahun itu di SUN (Surat Utang Negara) dengan bunga 6% per tahun.
“Hasil bunganya cukup untuk membiayai penyaluran 250 ribu KPR SSB per tahun,” katanya. Selain itu pemberian subsidi dibatasi maksimal 10 tahun. Bukan selama periode KPR 20 tahun seperti sekarang.
Dari pengalaman BTN menyalurkan KPR subsidi, ungkapnya, setelah 10 tahun penghasilan debitur sudah meningkat dan mampu mengakses KPR nonsubsidi. Dengan demikian anggaran subsidi bisa diberikan kepada lebih banyak MBR, sehingga anggaran yang ada makin memadai mendukung pencapaian target 600.000 rumah.
Nixon juga mengusulkan, jangkauan subsidi rumah diperluas ke kelompok masyarakat berpenghasilan di atas Rp8 juta sampai maksimal Rp12 juta atau Rp15 juta, yang disebutnya masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT).
Baca Juga: Bidik Segmen Emerging Affluent, BTN Prospera Dirilis
Sedangkan batasan harga jual rumah subsidinya dinaikkan menjadi Rp300 juta. Rumahnya tipe 36-40 dua kamar dengan kualitas yang jauh lebih baik.
Bahkan, batasan rumah yang berhak mendapat pembebasan PPN bisa ditingkatkan hingga seharga Rp500 juta. Selain free PPN, rumahnya juga bisa diberi insentif free BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).