Bahkan sebaliknya, dari KPR dengan skim SSB, BTN berpotensi mendapatkan tambahan pendapatan bila bunga pasar meningkat. Soalnya mekanisme penyaluran subsidi pada KPR SSB berbeda dengan KPR FLPP.
Baca juga: Hingga 2023 BTN Sudah Biayai 4 Juta Rumah Subsidi
Pada KPR FLPP subsidi diberikan dalam bentuk dana bergulir berbunga sangat lunak. Bank mencampur dana ini dengan dana yang dihimpunnya sendiri, sebelum menyalurkannya menjadi KPR FLPP dengan bunga fixed 5% per tahun. Bank kemudian mengembalikan dana FLPP itu ke pemerintah (BP Tapera) mengikuti pembayaran angsuran oleh debitur.
Sedangkan pada KPR SSB, pemerintah memberikan subsidi dengan membayar selisih bunga KPR subsidi dengan bunga KPR komersial. Dananya menjadi pendapatan bank, dan tidak kembali lagi ke pemerintah.
Misalnya, bunga KPR komersial 12%, sedangkan bunga KPR subsidi 5%, maka selisih bunga 7% menjadi tanggungan pemerintah yang dibayarkan ke bank penyalur KPR.
“Jadi, kalau bunga kredit di pasar naik, dari KPR SSB ada potensi tambahan pendapatan bagi BTN karena selisih bunga yang harus dibayar pemerintah meningkat,” jelas Nixon.
Sementara tentang dampak pelemahan kurs rupiah terhadap pasar perumahan menengah ke bawah termasuk rumah subsidi, Nixon juga memperkirakan kecil saja. Alasannya, hampir seluruh bahan bakunya berasal dari dalam negeri, tidak ada yang impor.
Begitu pula tenaga kerjanya baik yang terampil maupun tidak. Semuanya warga domestik. Jadi, dampak inflasinya kecil, begitu pula pengaruhnya terhadap bisnis BBTN yang sebagian besar kreditnya disalurkan untuk perumahan di segmen tersebut.