Produksi masih dilakukan secara home made. Dalam sehari, ia bisa membuat sekitar 50 bungkus produk. Jika ada pesanan besar dari toko, ia dan keluarga akan bekerja ekstra.
“Saya yang bagian marketing, suami masih punya warung di rumah, dan malamnya kami produksi bareng. Kadang anak juga ikut bantu produksi kalau lagi libur,” ujarnya.
Perubahan besar datang saat Enih menemukan informasi tentang Rumah BUMN Jakarta melalui Instagram. Ia menghubungi pengelola Rumah BUMN Jakarta lewat pesan pribadi, lalu bergabung dalam pelatihan. Materinya mencakup digital marketing, pemanfaatan data e-commerce, dan pembuatan konten.
Baca juga: Satu Dekade BRI Singapore Branch Dorong Konektivitas Ekonomi Indonesia di Jantung Keuangan Asia
“Alhamdulillah dari yang tadinya gaptek, sekarang sudah mulai mengerti sedikit-sdikit. Penjualan online sudah mulai jalan, meski toko offline masih penting. Yang masih pengen banget saya pelajari itu live TikTok dan bikin video produk,” ungkapnya.
Program ini juga membuka pintu bagi Enih untuk terhubung dengan berbagai peluang, termasuk dukungan dari Kementerian UMKM serta Kementerian Pariwisata.
Di usia 49 tahun, Enih masih menyimpan target besar diantaranya meningkatkan kapasitas produksi, membentuk PT perseorangan, dan memperluas pasar. Ia percaya bahwa digitalisasi adalah kunci untuk mengembangkan usaha lebih cepat.
“Kalau bisa, produk ini nggak cuma dijual di Jabodetabek, tapi sampai ke seluruh Indonesia. Saya juga pengen punya pabrik kecil sendiri,” ujarnya penuh semangat.