“Pertumbuhan itu menunjukkan kegiatan ekonomi terus bergerak,” tukas Sri Mulyani. Sementara penerimaan negara dari bea dan cukai mencapai Rp 154,4 triliun, setara 48,1 persen dari target APBN 2024.
Penerimaan bea dan cukai menunjukkan perkembangan yang bervariasi. Bea masuk tumbuh 2,1 persen atau Rp29,0 triliun, karena nilai impor yang meningkat. Penerimaan bea keluar tumbuh tinggi 58,1 persen atau sebesar Rp9,3 triliun secara tahunan (yoy).
“Kontribusi terbesar dari (bea keluar ekspor) tembaga yang tumbuh 928 persen. Namun untuk sawit, penerimaan masih menurun 60 persen karena harga CPO turun 5,9 persen year on year dari USD865 menjadi USD814 per ton, dan volume ekspornya turun 15,48 persen dari 24,01 juta ton menjadi 20,29 juta ton,” tutur Menkeu.
Penerimaan cukai juga tumbuh 0,5 persen menjadi Rp116,1 triliun, 47,2 persen dari target APBN 2024. Pertumbuhan penerimaan cukai berasal dari cukai HT yang tumbuh 0,1 persen, cukai EA 21,8 persen, serta cukai MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) 10,6 persen berkat perubahan tarif dan peningkatan produksi.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga masih terjaga baik. “Kita mendapatkan Rp338 triliun atau 68,7 persen dari target, dibanding tahun lalu yang tumbuh sangat tinggi karena PNBP dari SDA baik migas maupun non-migas,” jelas Menkeu.
Kendati penerimaan negara membaik, belanja negara masih lebih tinggi, mencapai Rp1,638,8 triliun atau 49,3 persen dari pagu APBN atau tumbuh 12,2 persen secara tahunan. Dengan demikian APBN 2024 sampai Juli defisit Rp93,4 triliun.