URBANCITY.CO.ID – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan baru-baru ini membantah kabar yang menyebutkan bahwa pemerintah akan memajaki penerimaan dari amplop kondangan. Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, menjelaskan bahwa pernyataan tersebut berasal dari kesalahpahaman mengenai prinsip perpajakan.
Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari Direktorat Jenderal Pajak maupun pemerintah yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan, baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital, jelas Rosmauli kepada CNNIndonesia.com pada Rabu, 23 Juli.
Meskipun demikian, Rosmauli menekankan bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis bisa menjadi objek pajak, termasuk hadiah atau pemberian uang. Namun, ia menegaskan bahwa penerapan pajak tidak berlaku untuk semua kondisi. Jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak terkait dengan hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak akan dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP. “Namun, penerapannya tidak serta-merta berlaku untuk semua kondisi,” tuturnya.
Rosmauli juga menjelaskan bahwa sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip self-assessment, yang berarti setiap wajib pajak harus melaporkan sendiri penghasilannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. “DJP tidak melakukan pemungutan langsung di acara hajatan dan tidak memiliki rencana untuk itu,” tegasnya, membantah klaim dari DPR RI.
Sebelumnya, Mufti Anam, Anggota Komisi VI DPR RI, mengaku mendengar rencana pemerintah untuk memajaki penerima amplop kondangan. Ia tidak merinci dari siapa ia mendengar informasi tersebut, tetapi menegaskan bahwa pajak ini muncul akibat hilangnya sumber penerimaan negara dari dividen BUMN. Menurutnya, saat ini dividen dikelola penuh oleh Danantara dan tidak lagi masuk ke kas Kementerian Keuangan.
Baca Juga : OJK dan Ditjen AHU Kementerian Hukum Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Pertukaran Data
“Pengalihan dividen Danantara dampaknya sangat jelas. Negara hari ini kehilangan pemasukannya. Kementerian Keuangan hari ini harus memutar otak untuk bagaimana menambal defisit, maka lahirlah kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat kita hari ini keringat dingin,” kata Mufti dalam Raker dan RDP dengan Pemerintah di Komisi VI DPR RI, Jakarta Pusat.
“Semua sekarang dipajaki, bahkan kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapatkan amplop di kondangan, di hajatan juga akan dimintai pajak oleh pemerintah. Kan ini tragis, membuat rakyat hari ini cukup menjerit,” ungkapnya. Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Sri Mulyani memang harus merelakan dividen sekitar Rp90 triliun di 2025, yang sebelumnya dikelompokkan ke dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP).