Kepala Divisi Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Budi Permana, tidak mempersoalkan perubahan skema komposisi KPR FLPP dari 75:25 menjadi 50:50. “Skema pendanaan 50:50 tidak menjadi isu karena BTN tidak ada masalah dengan likuiditas. Apabila margin masih 5%, maka itu akan jadi permasalahan. Kalau suku bunganya dinaikkan menjadi 7% hingga 8%, tentunya akan lebih menarik bagi bank penyalur karena ada profit margin yang sama dengan skema komposisi 75:25,” tutur Budi.
Imam menambahkan, rencananya skema baru komposisi KPR subsidi di tahun depan menggunakan suku bunga tiering. “Sampai dengan tahun ke-10 tenor cicilan masih dalam masa subsidi sehingga tingkat bunga pinjaman sebesar 5%. Selanjutnya, akan berlaku suku bunga tier antara 6% hingga maksimal 7%,” ucapnya.
BP Tapera tengah menyiapkan agar proses akad KPR subsidi bisa dijalankan di awal tahun depan. Saat ini, dari total 4,3 juta aparatur sipil negara (ASN) di seluruh daerah yang sudah terdaftar, baru 1,5 juta ASN yang sudah melengkapi data pribadi. “Kami melakukan edukasi secara masih one on one ke seluruh provinsi. Setidaknya 15 provinsi telah dikunjungi sebagai upaya sosialisasi yang dihadiri langsung oleh Kepala Biro Kepegawaian Daerah (BKD) dan Biro Keuangan di daerah tersebut,” tutur Imam.
Sumber Pembiayaan Alternatif
Corporate Secretary PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Primasari Setyaningrum, mengatakan pihaknya telah menerbitkan surat utang sebagai sumber likuiditas pembiayaan perumahan. “Sampai dengan November 2024 kemarin, PT SMF (Persero) adalah penerbit obligasi sektor perumahan terbesar di Indonesia yakni sebesar Rp 25 triliun. PT SMF tidak hanya mengandalkan APBN untuk sumber dana pembiayaan perumahan, tapi juga dari pasar modal,” kata dia.