URBANCITY.CO.ID – Dosen Teknik Mesin dan Biosistem di IPB, Leopold Oscar Nelwan, bilang kalau mau campur etanol ke bahan bakar minyak (BBM), harus penuhi syarat teknis dulu. Ini dia respons dia soal rencana Kementerian ESDM yang dipimpin Bahlil Lahadalia, yang mau terapkan etanol ke BBM.
Yang penting, etanolnya harus punya kadar air di bawah 0,3 persen volume per volume (v/v). Soalnya, etanol gampang banget nyerap air dari udara, alias sifatnya higroskopis.
“Jika kadar air terlalu tinggi, campuran bensin-etanol dapat mengalami pemisahan fasa yang berisiko menimbulkan korosi dan gangguan aliran bahan bakar,” ujar Leopold dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (10/10/2025).
“Permasalahan ini bisa diminimalkan bila kadar air campuran di bawah 0,15 persen m/m, sebagaimana diterapkan pada E5,” tambahnya.
Baca Juga : OJK Minta Perbankan Blokir 27.395 Norek Terindikasi Judol
Leopold juga saranin pemerintah bikin standar operasional prosedur (SOP) yang lebih ketat buat campur etanol ke BBM. Karena kandungan etanolnya lebih tinggi, SOP ini krusial buat jaga kualitas BBM, terutama biar nggak terlalu nyerap air dari udara lembap. Jadi, konsumen bisa pakai dengan aman.
“Memang ada isu juga saat pemakaian di konsumen, sebagaimana isu pada biodiesel, agar jangan terlalu lama bahan bakar tidak digunakan di tangki mobil yang memungkinkan hal di atas terjadi,” ujarnya.
Keuntungan Campur Etanol ke BBM
Walaupun ada tantangan, etanol punya banyak plus kalau dicampur ke BBM. Menurut Leopold, ini bisa naikin porsi energi terbarukan dan bantu capai net zero emission nasional.
Tapi, pengurangan emisi gas rumah kaca tergantung faktor lain, seperti cara tanam bahan bakunya dan proses industri etanolnya.
“Saat ini, sumber utama bioetanol masih didominasi biomassa generasi pertama, yakni tanaman penghasil gula dan pati,” jelas Leopold.
“Masalahnya, bahan baku ini masih bersaing dengan kebutuhan pangan,” sambungnya.
Makanya, pengembangan bahan baku harus ke arah biomassa generasi kedua ke atas, yang nggak saingan sama makanan.
“Jika dilakukan dengan bijak, potensi pengurangan emisi GRK (gas rumah kaca) tentu dapat benar-benar diwujudkan,” ujar Leopold.
Selain itu, pakai etanol bisa kembangin industri bioetanol lokal dan serap tenaga kerja lebih banyak. Ini buka rantai pasok yang libatin petani dan pihak lain. Kalau bioetanol diproduksi full di dalam negeri, kemandirian energi Indonesia bakal lebih kuat.
Baca Juga : 18 Gubernur Protes ke Menkeu: Minta Gaji ASN Ditanggung Pusat!
Keuntungan lain, etanol punya angka oktan (RON) lebih tinggi, meski kalorinya lebih rendah dari bensin murni. RON tinggi ini bikin campuran etanol-bensin cocok buat mesin kompresi tinggi, malah ningkatin performa.
“Kendaraan modern dengan rasio kompresi besar justru diuntungkan dengan bahan bakar ber-RON tinggi seperti E10,” jelas Leopold.
Dia tambahin, ini bukan hal baru di Indonesia. Pertamina udah terapkan lewat Pertamax Green 95, yang campur etanol 5 persen alias E5. Ini juga diatur di Keputusan Dirjen Minyak dan Gas Bumi No 252.K/HK.02/DJM/2023.




