Dalam putusan tersebut, WTO menyatakan dalam konteks implementasi dari The French TIRIB (The Incentive Tax Relating to Incorporation Biofuels) atau insentif pajak penggunaan biofuel dalam sistem transportasi Prancis telah terbukti melakukan diskrimisasi terhadap biofuel berbasis kelapa sawit. Pihak Uni Eropa hanya menerapkan insentif pajak bagi biofuel berbasis minyak rapeseed dan soybean.
BACA: Menko Airlangga Pede Ekonomi Bisa Tumbuh 8 Persen
Putusan tersebut akan diadopsi dalam waktu 60 hari dan akan mengikat bagi Indonesia dan Uni Eropa. Dengan demikian, Uni Eropa diminta untuk dapat menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation terkait hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan dari WTO.
Menko Airlangga menegaskan keputusan tersebut tentu akan berdampak terhadap kebijakan yang diambil Uni Eropa yakni European Union Deforestation Regulation (EUDR). Sebelumnya, Uni Eropa secara resmi mengadopsi proposal penundaan implementasi EUDR selama satu tahun hingga 30 Desember 2025 mendatang, yang mengindikasi ketidaksiapan Uni Eropa.
BACA: Pabrik Minyak Makan Merah, Presiden: Ini Pertama di Indonesia
Keputusan WTO tersebut menjadi tambahan kekuatan bagi Indonesia yang tengah berupaya menentang kebijakan EUDR. Indonesia akan terus menentang kebijakan yang bersifat diskriminatif dan tidak pro rakyat, terlebih mempertimbangkan terdapat lebih dari 41 persen penggarap kebun kelapa sawit di Indonesia merupakan pekebun rakyat.
Selain itu, Menko Airlangga juga menyebutkan momen ini dapat memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk kian memperkuat strategi implementasi agar komoditas sawit tidak mengalami diskriminasi kembali.