S&P Global mencatat Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia Juli 2024 menurun ke zona kontraksi dengan indeks 49,3, dibanding 50,7 pada Juni 2024.
Itu artinya PMI manufaktur Indonesia terkontraksi (indeks <50) untuk pertama kali sejak Agustus 2021, atau setelah 34 bulan berturut-turut berada di zona ekspansi (indeks >50).
Hal itu sebenarnya tidak mengejutkan. PMI manufaktur Indonesia sudah merosot sejak beberapa bulan sebelumnya kendati masih di zona ekspansi.
PMI April misalnya, tercatat 52,9. Kemudian Mei turun menjadi 52,1, dan turun lebih dalam pada Juni menjadi 50,7, sebelum akhirnya jatuh ke zona kontraksi pada Juli.
S&P Global sebelumnya sudah menyebutkan, pertumbuhan manufaktur Indonesia kehilangan momentum pada Juni 2024. Penyebabnya kenaikan yang lebih lambat dalam produksi, serta menurunnya pesanan dan permintaan baru.
Melemahnya pertumbuhan pesanan baru karena kondisi pasar domestik yang lemah, restriksi perdagangan di negara lain, ditambah regulasi yang tidak mendukung. Kondisi itu mempengaruhi optimisme pelaku industri manufaktur memandang kondisi bisnis mendatang sehingga mengurangi pembelian.
PMI Manufaktur adalah indikator untuk mengukur kesehatan sektor manufaktur suatu negara. PMI Manufaktur menggambarkan aktivitas produksi, pesanan baru, dan kondisi bisnis lain dalam sektor manufaktur.
PMI Manufaktur dihitung berdasarkan survei bulanan yang dikirim kepada manajer pembelian di berbagai perusahaan manufaktur. Responden diminta menilai kondisi bisnis mereka dalam beberapa kategori seperti produksi, pesanan baru, pengiriman/logistik, dan tenaga kerja.