PMI Manufaktur memiliki rentang nilai antara 0 – 100. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi atau pertumbuhan, angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau penurunan aktivitas.
Baca juga: PMI Bank Indonesia Menunjukkan, Kinerja Industri Pengolahan Memang Merosot
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, kontraksi PMI Manufaktur Indonesia pada Juli 2024, dipengaruhi oleh penurunan bersamaan pada produksi dan pesanan baru.
Permintaan pasar yang menurun membuat penjualan merosot. Produsen merespons kondisi itu dengan sedikit mengurangi aktivitas pembelian untuk berproduksi pada Juli.
“Kami tidak kaget melihat hasil survei Juli. Semua sudah terprediksi ketika kebijakan relaksasi impor dikeluarkan,” kata Menperin melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Kebijakan yang dimaksudnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang dirilis Mei 2024, tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 36/2023. Permendag itu merelaksasi impor barang dari luar negeri, yang sejenis dengan produk yang diproduksi di dalam negeri.
Menteri Agus minta pengaturan impor dikembalikan ke Permendag No. 36 Tahun 2023. Ditambah pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk sejumlah komoditas, untuk menaikkan kembali optimisme pelaku industri manufaktur.
“Posisi sektor manufaktur sudah sangat sulit karena kondisi global, termasuk logistik. Karena itu para menteri jangan melansir kebijakan yang justru makin membunuh industri manufaktur kita,” tegas Menperin.