Sementara itu pengamat otomotif dan peneliti senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia Riyanto, mengusulkan dua solusi untuk keluar dari stagnasi pasar mobil itu.
Yaitu, solusi jangka panjang dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi menjadi rata-rata 6 persen per tahun melalui reindustrialisasi. Tujuannya menaikkan porsi sektor manufaktur terhadap PDB menjadi 25-30 persen atau lebih.
“Ini akan mendongkrak pendapatan per kapita kelompok upper middle (menengah atas), sehingga bisa naik ke kelas affluent (makmur),” katanya.
Kemudian solusi jangka pendek, dengan merilis stimulus fiskal agar kelompok upper middle yang hampir masuk kategori makmur itu mampu membeli mobil baru.
Bentuknya bisa berupa diskon PPnBM bagi kendaraan LCGC dan low MPV 4×2. “Pada saat yang sama, juga perlu dirancang lagi program mobil murah atau penyegaran program KBH2 (LCGC),” ujarnya.
Riyanto menambahkan, diskon PPnBM akan mendongkrak penjualan mobil baru karena harganya turun. Ini akan mendorong kenaikan produksi mobil dan suku cadang.
“Imbasnya terjadi kenaikan PPN, PKB, dan BBNKB, PPh badan dan orang pribadi, serta mengangkat ekonomi nasional berupa penambahan PDB, tenaga kerja, dan investasi,” tutupnya.
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya di GOOGLE NEWS