URBANCITY.CO.ID – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) sedang menyusun Pedoman Etika Kecerdasan Artifisial (AI) yang salah satu fokus utamanya adalah mengatasi risiko disinformasi yang muncul dari teknologi ini.
Direktur Kecerdasan Artifisial dan Ekosistem Teknologi Baru Kemkomdigi, Aju Widya Sari, menjelaskan, “Untuk memitigasi risiko-risiko yang timbul (dari pengembangan AI), para pihak (pengembang) perlu melakukan langkah-langkah pelindungan (safeguards). Pedoman Etika tersebut diharapkan dapat menjadi panduan bagi masing-masing sektor untuk mengembangkan Pedoman Etika-nya masing-masing.” Pernyataan ini disampaikan pada Jumat, 29 Agustus.
Saat ini, regulasi tersebut masih dalam tahap penyusunan. Kemkomdigi telah mengajukan izin prakarsa Peraturan Presiden (Perpres) bersamaan dengan berakhirnya masa konsultasi publik pada 29 Agustus 2025.
Dalam draf konsultasi publik, disinformasi disebut sebagai salah satu risiko mikro dalam pengembangan AI. Teknologi AI dinilai berpotensi menghasilkan konten palsu, seperti deepfake, yang bisa disalahgunakan dan merusak integritas demokrasi.
Baca Juga : Mahasiswa Gelar Aksi Damai di Depan DPR, Tagih 17+8 Tuntutan Rakyat ke Pemerintah
Kemkomdigi juga memasukkan pencegahan disinformasi sebagai salah satu “use case” AI dalam program Quick Wins pemerintah. Aju menambahkan, “Pencegahan Disinformasi menjadi salah satu usecase Kecerdasan Artifisial yang diusulkan untuk menjadi Program Quick Wins di mana Komdigi menjadi aktor penanggung jawabnya.”
Fenomena disinformasi sendiri sudah dikategorikan pemerintah sebagai ancaman serius di ruang digital, bersama dengan fitnah dan ujaran kebencian (DFK). Data resmi Kemkomdigi mencatat hingga Agustus 2025, ada 1.404.387 konten negatif yang telah ditangani, termasuk disinformasi.