URBANCITY.CO.ID – Ketidakpastian pasar keuangan global mereda sejak beberapa bulan lalu, didukung pelonggaran kebijakan moneter beberapa negara utama sebagai respons terhadap tekanan inflasi yang melambat.
Inflasi Amerika Serikat (AS) sebagai negara dengan ekonomi terbesar, diprakirakan makin mendekati sasaran sebesar 2 persen secara tahunan (yoy), di tengah masih lambatnya pertumbuhan ekonomi
dan tingginya angka pengangguran negara tersebut.
Hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dirilis Jum’at (18/10/2024), menyatakan, perkembangan tersebut mendorong The Fed memangkas Fed Funds Rate (FFR) 50 bps ke level 4,75-5,00 persen pada September 2024, dengan sinyal pelonggaran lanjutan hingga akhir 2024.
Sejalan dengan itu, imbal hasil atau yield surat utang pemerintah AS, US Treasury Note, tenor 2 tahun
menurun signifikan dan lebih rendah dari yield US Treasury tenor 10 tahun, dan indeks mata uang AS (DXY)
melemah.
Di kawasan Eropa, European Central Bank (ECB) kembali menurunkan suku bunga acuan pada September 2024 menyusul pemangkasan pada Juni 2024.
Di Asia, inflasi yang rendah dan permintaan domestik yang masih lemah, juga mendorong People’s Bank of China (PBoC) menurunkan suku bunga acuan untuk menggairahkan ekonomi.
“Berbagai perkembangan tersebut meredakan ketidakpastian pasar keuangan global, dan meningkatkan aliran masuk modal asing ke negara berkembang termasuk Indonesia (sehingga rupiah menguat signifikan pada akhir September 2024),” tulis KSSK.
Namun, memasuki Oktober 2024 risiko ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat, sejalan dengan eskalasi geopolitik di Timur Tengah, sehingga diperlukan respons kebijakan guna memitigasi dampak rambatannya.