baca juga: Gakkum KLH Panggil 36 Saksi Kasus KEK Lido, Dugaan Kerusakan Lingkungan Makin Terang
Wakil Menteri LH Diaz Hendropriyono menambahkan, hasil survei Purpose dan YouGov menunjukkan ulama dan pemuka agama merupakan figur paling berpengaruh dalam menggerakkan masyarakat terkait isu lingkungan. “Karena itu, kolaborasi dengan tokoh agama menjadi kunci. Krisis iklim bukan fenomena alam semata, tetapi akibat dari ulah manusia. Semua elemen bangsa harus bergerak bersama,” tegasnya. Ia menekankan, inilah alasan forum ini digelar untuk membangun kolaborasi dengan tokoh agama dan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran serta aksi nyata menghadapi perubahan iklim.
KLH/BPLH menargetkan pengelolaan sampah 100 persen pada 2029 melalui ekonomi sirkular, dengan program seperti pengurangan plastik sekali pakai, bank sampah, dan
energi terbarukan. Tokoh agama Din Syamsuddin mengapresiasi langkah ini. “Pertemuan ini momentum penting untuk memperkuat kerja bersama demi kelestarian lingkungan. Kolaborasi lintas iman harus terus diperluas, termasuk melibatkan dunia usaha,” tutupnya.
Para tokoh lintas agama menegaskan bahwa krisis lingkungan adalah panggilan moral dan spiritual. Pendeta Johan Kristantara menekankan gereja harus menjadi pelopor kepedulian ekologis, sementara Romo Ferry Sutrisna mengaitkan ajaran Laudato Si sebagai panduan umat Katolik dalam memandang bumi sebagai rumah bersama.
Baca juga: OJK dan Kemenhut Perkuat Sinergi Sektor Jasa Keuangan dan Kehutanan
Dari sisi umat Buddha, Prof. Philip Kuntjoro menekankan pentingnya kepedulian yang tertanam dalam perilaku sehari-hari, seperti program Eco Vihara dan pemilahan sampah. Tokoh Hindu, Astoro Chandra Dana, menambahkan bahwa tradisi Nyepi dapat menjadi inspirasi global karena tidak hanya ritual, tetapi juga praktik nyata penghematan energi dan penghormatan pada alam.