URBANCITY.CO.ID – Dalam sebuah konferensi pers yang diadakan di Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan sejumlah komitmen investasi yang datang dari perusahaan-perusahaan besar Amerika Serikat (AS) ke Indonesia. Investasi ini akan berfokus pada sektor energi bersih, teknologi digital, dan layanan kesehatan.
Airlangga menjelaskan, “Amerika Serikat adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia, dengan pangsa ekspor mencapai 11,2 persen. Kemudian untuk penanaman modal, AS juga masuk top 5 (investor) di tahun lalu, dengan nilai mencapai 3,7 miliar dolar AS.” Hal ini menunjukkan betapa pentingnya hubungan ekonomi antara kedua negara.
Komitmen investasi terbaru ini, menurut Airlangga, mencerminkan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia, terutama setelah tercapainya kesepakatan Agreement on Reciprocal Trade antara Indonesia dan AS.
Salah satu investasi yang paling mencolok datang dari Exxon Mobil, yang sedang menjajaki proyek carbon capture and storage (CCS) dengan nilai mencapai 10 miliar dolar AS. Di sektor teknologi, perusahaan-perusahaan besar seperti Oracle, Microsoft, dan Amazon juga menunjukkan minat untuk memperluas kehadiran mereka di Indonesia. Oracle berencana menginvestasikan 6 miliar dolar AS untuk membangun pusat data, sementara Microsoft berkomitmen pada proyek cloud dan kecerdasan buatan senilai 1,7 miliar dolar AS. Amazon pun akan memperkuat pengembangan teknologi cloud dan AI dengan investasi sebesar 5 miliar dolar AS.
Di bidang kesehatan, General Electric melalui GE Healthcare bekerja sama dengan Kalbe Farma untuk membangun pabrik CT Scan pertama di Indonesia, yang akan berlokasi di Jawa Barat. Proyek ini diperkirakan akan menyedot investasi awal sebesar 178 juta dolar AS.
Airlangga menegaskan bahwa kolaborasi dengan AS bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, terutama dalam hal neraca perdagangan dan penciptaan lapangan kerja. “Sehingga apa yang dilakukan pemerintah bekerja sama dengan Amerika adalah menjaga keseimbangan internal dan eksternal, agar neraca perdagangan tetap terjaga dan penciptaan lapangan kerja bisa terjamin,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa kesepakatan perdagangan dengan AS telah menyelamatkan sekitar satu juta buruh sektor padat karya dari ancaman pemutusan hubungan kerja akibat potensi tarif tinggi. “Kalau (tarif resiprokal) 32 persen artinya tidak ada dagang. Kalau 32 persen sama dengan embargo dagang dan itu 1 juta pekerja di sektor padat karya bisa terkena hal yang tidak kita inginkan,” tegasnya.
Related Posts
Terpopuler
-
Penguatan Likuiditas dan Pengelolaan Kualitas Aset Jadi Fondasi Kinerja BNI di Semester I 2025
-
Fundamental Operasional Menguat, PGN Optimis Raih Margin Positif Berkelanjutan ke Depan
-
PGN Jajaki Potensi Penyaluran Gas Bumi ke Tambang Emas Gosowong
-
Update Ranking BWF 2025, 10 Besar
-
10 Pengembang Properti dengan Aset Terbesar di Indonesia