Latar belakang gagasannya sama, bagaimana menghemat anggaran subsidi untuk LPG rumah tangga. Namun entah kenapa gagasan itu tidak berlanjut.
Baca juga: Banyak Persekongkolan Tender, Indeks Persaingan Usaha Konstruksi Sektor Perumahan Selalu Rendah
Mengutip Kontan, konsumsi LPG 3 kg terus meningkat, sementara konsumsi LPG non subsidi stagnan dan cenderung turun dengan indikasi penggunanya beralih ke LPG bersubsidi.
Konsumsi LPG 3 kg meningkat dari 6,8 juta MT tahun 2019 menjadi 8,07 juta MT tahun 2023, atau tumbuh rata-rata 3,3 persen per tahun selama lima tahun terakhir.
Sejalan dengan itu, subsidi LPG 3 kg juga terus naik, rata rata 16 persen selama 5 tahun, dari Rp54,1 triliun (2019) menjadi Rp117,8 triliun (2023).
Tahun ini alokasi subsidi LPG tercatat Rp87,5 triliun, sehingga total sejak 2019 total subsidi yang dialokasikan pemerintah untuk LPG mencapai Rp460,8 triliun.
Sementara total nilai impor LPG selama 2019-2023 mencapai Rp288 triliun. Dengan membandingkan total subsidi LPG dalam periode yang sama sebesar Rp373 triliun, maka rasio biaya impor LPG mencapai 77 persen dari total subsidinya.
Jika digabung dengan subsidi tahun ini, total biaya subsidi dan nilai impor LPG itu mencapai Rp833,8 triliun.
“Nilainya sangat signifikan dan mencerminkan devisa yang hilang serta opportunity loss yang subtansial, terutama bila dana digunakan untuk pembangunan dan pengembangan jaringan gas untuk rumah tangga,” kata jelas Fanshurullah.
Bila 50 persen saja dari total dana subsidi LPG itu dialihkan untuk pembangunan jaringan gas rumah tangga, dengan asumsi 1 sambungan rumah (SR) = Rp10 juta, maka dalam lima tahun bisa dibangun 23 juta SR.