“Produksi (mobil) itu diperkirakan mengurangi emisi CO2 sekitar 160 ribu ton per tahun. Juga mengurangi impor BBM 45 juta liter per tahun. Kemudian menghemat subsidi BBM Rp131 miliar per tahun, yang akan terus bertambah seiring jumlah kendaraan listrik yang beredar,” ujar Menko Marinves.
Selain itu dengan Kona Electrin menggunakan baterai produksi dalam negeri, penggunaan TKDN pada KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai) yang awalnya 40%, naik menjadi 80 persen. “Jadi, ini juga langkah awal kita meningkatkan nilai tambah pada produksi dalam negeri,” ungkap Luhut.
Menko Luhut menyebutkan, permintaan global kendaraan listrik tumbuh pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dan baterai listrik merupakan inti dari transformasi itu. “Dengan sumber daya yang kaya dari hulu sampai ke hilir, Indonesia siap menjadi pemain kunci dalam rantai pasok global kendaraan listrik,” tandasnya.
Baca juga: Presiden Resmikan Pabrik Baterai Listrik Terintegrasi Rp160 Triliun
Executive Chair Hyundai Motor Group Euisun Chung membenarkan, Presiden Jokowi menetapkan target untuk memproduksi 600.000 kendaraan listrik di Indonesia sampai tahun 2030.
“Saya berpikir target itu sangat wajar. Indonesia adalah pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara. Kendaraan yang diproduksi dan dijual di Indonesia, menjadi standar untuk seluruh Asia Tenggara dengan 700 juta pelanggan potensialnya,” kata Chung.
Ia menyebutkan, International Energy Agency (IEA) awal tahun ini memperkirakan, lebih dari separuh penjualan mobil global akan beralih ke mobil listrik pada tahun 2035.