Masuknya Aparat ke Kampus Jadi Bukti Merosotnya Kebebasan Akademik dan Demokrasi

Unisba (Dok : Detikjabar)
Unisba (Dok : Detikjabar)

URBANCITY.CO.ID – Pada Senin malam, 1 September 2025, suasana di kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas) mendadak mencekam. Aparat bersenjata tiba-tiba menyerbu kedua kampus yang terletak di Jalan Tamansari, Kota Bandung.

Kejadian ini membuat Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera angkat bicara. Mereka menilai peristiwa ini sebagai tanda kemunduran demokrasi dan kebebasan akademik di Indonesia.

Ketua STH Indonesia Jentera, Aria Suyudi, mengingatkan bahwa 25 tahun setelah Reformasi 1998, seharusnya demokrasi dan kebebasan berpendapat semakin kuat. Namun, kenyataannya justru sebaliknya.

“Mahasiswa dan masyarakat sipil yang bersuara kritis diperlakukan sebagai ancaman keamanan,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Rabu, 3 September 2025.

Aria menegaskan bahwa tindakan aparat yang represif ini mengulang pola lama, di mana hukum tidak dijalankan dengan nalar.

“Penegakan hukum tanpa nalar hukum, di mana aparat bertindak represif tanpa memahami bahwa hukum seharusnya melindungi, bukan menakut-nakuti, mengancam, apalagi melukai,” katanya.

Menurut Aria, kampus seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi sivitas akademika. Bukan tempat yang dipenuhi gas air mata, peluru, atau alat berat negara yang merusak.

“Ironisnya, kemunduran ini justru kembali menembus kampus, ruang yang seharusnya menjadi benteng kebebasan akademik dan otonomi keilmuan,” tambahnya.

Padahal, aturan sudah jelas mengharuskan perguruan tinggi menjamin keamanan dan kenyamanan, serta melarang kekerasan dan intimidasi di lingkungan kampus. Namun, kenyataannya aparat justru melanggar prinsip-prinsip tersebut.

STH Indonesia Jentera menekankan bahwa kebebasan akademik adalah fondasi penting bagi pendidikan hukum dan pembangunan hukum di Indonesia.

“Serangan ke kampus menegaskan bahayanya penegakan hukum tanpa nalar hukum,” kata Aria.

“Ketika polisi masuk ke ruang akademik tanpa dasar, yang hilang bukan hanya rasa aman mahasiswa, tetapi juga sendi utama negara hukum.”

Aria mengajak komunitas akademik dan kampus hukum untuk bersikap tegas. Perguruan tinggi harus menjadi garda terdepan dalam membela kebebasan akademik.

“Tidak cukup hanya mengajar teori Rule of Law di kelas. Kita harus memastikan prinsip itu hidup dalam kenyataan kampus. Kita harus bersama-sama menolak intimidasi, melindungi mahasiswa, dan menegaskan bahwa kampus adalah ruang aman untuk berpikir,” ujarnya.

Kejadian penyerangan ini bermula saat mahasiswa melakukan unjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Barat pada Senin, 1 September 2025. Unpas dan Unisba menjadi titik evakuasi massa.

Presiden Mahasiswa Unpas, Ridho Dawam, menjelaskan bahwa polisi masuk ke area kampus sekitar pukul 23.30 WIB dan menembakkan sekitar 30 selongsong gas air mata ke arah mahasiswa, posko medis, titik evakuasi, dan sekretariat UKM.

Seorang saksi, Nabil, mahasiswa Unisba yang berada di lokasi, mengatakan bahwa penyerangan terjadi saat massa sudah mulai meninggalkan kampus.

“Kejadiannya ketika beres aksi dan kampus sudah agak sepi, massa aksi sudah pada pulang,” ujarnya kepada Tempo pada Selasa, 2 September 2025.

Nabil juga menceritakan bahwa aparat berseragam dari Polri dan TNI mulai berdatangan sejak pukul 20.00 WIB dengan menggunakan sepeda motor, tiga mobil rantis, dan satu truk pengangkut massa. Kedatangan mereka datang dari berbagai arah secara sporadis.

“Memang sebelumnya ada gesekan antar-aparat dan massa di Jalan Trunojoyo. Ada massa yang dipukul mundur dari Gedung DPRD,” jelas Nabil.

Related Posts

Add New Playlist

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?