Dilihat dari proporsi pengeluaran terhadap pendapatan, terjadi peningkatan konsumsi dan penurunan tabungan, sehingga dapat disimpulkan masyarakat saat ini menggunakan tabungannya untuk konsumsi.
Kondisi itu berdampak pada pola pembelian barang dan penurunan keberanian untuk mendapatkan kredit. Akibatnya produsen mengurangi produksi. “Ini menjelaskan kenapa nilai IKI variabel produksi masih terkontraksi,” ujar Febri.
Baca juga: Industri Pengolahan Masih di Zona Ekspansif Tapi Stagnan
Faktor lain yang menahan ekspansi IKI adalah pelemahan nilai tukar, dan pemberlakuan kebijakan relaksasi impor pasca dibukanya 26.000 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan oleh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan.
“Kondisi ini menunjukkan pentingnya peran kebijakan yang sinergis dalam mwndorong pengembangan industri pengolahan di dalam negeri,” tegas Febri.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ada 20 subsektor yang berekspansi dengan kontribusi terhadap PDB industri pengolahan non migas triwulan I 2024 sebesar 93,6 persen.
Ekspansi tertinggi terjadi pada industri peralatan listrik, diikuti industri pakaian jadi, dan industri percetakan dan reproduksi media.
Sedangkan subsektor industri yang mengalami kontraksi, adalah industri kertas dan barang dari kertas, industri mesin dan perlengkapan YTDL, dan industri tekstil.
“Kontraksi IKI pada industri mesin dan perlengkapan YTDL, selaras dengan penurunan impor barang modal Juni 2024. Pengusaha menahan investasi di tengah ketidakpastian pasar ekspor dan dalam negeri,” ungkap Febri.