URBANCITY.CO.ID – Menyusul peningkatan cadangan devisa dan perkiraan resesi pada ekonomi Amerika Serikat, nilai tukar Rupiah menguat ke level di bawah Rp16.000 per dolar AS (USD).
Mengutip keterangan resmi Bank Indonesia (BI) yang disampaikan Erwin Haryono, Asisten Gubernur/Kepala Departemen Komunikasi BI, Jum’at (9/8/2024), pada penutupan perdagangan Kamis (8/8/2024), rupiah ditutup pada level (bid) Rp15.890/USD.
Penguatan rupiah tak terbendung kendati imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS (US Treasury Note) 10 tahun naik ke level 3,988 persen, dan yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun terbitan pemerintah Indonesia turun ke level 6,78 persen.
Menguatnya rupiah diiringi penurunan premi risiko berusaha atau credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun menjadi 76,32 bps, dibanding 79,25 persen pada 2 Agustus 2024.
Aliran modal asing portofolio juga masih deras masuk. Selama 5 – 8 Agustus 2024 saja, nonresiden (asing) tercatat melakukan beli neto Rp1,62 triliun. Terdiri dari beli neto Rp2,24 triliun di pasar SBN, Rp0,65 triliun di saham, dan jual neto Rp1,28 triliun di SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia).
Baca juga: Cadangan Devisa Meningkat, Rupiah Langsung Menguat
Sedangkan selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen s.d. 8 Agustus 2024, nonresiden tercatat jual neto Rp21,75 triliun di pasar SBN, serta beli neto Rp174,51 triliun di SRBI dan Rp0,66 triliun di pasar saham.
Sementara berdasarkan data setelmen s.d. 8 Agustus 2024, pada semester-II 2024 (mulai 1 Juli), nonresiden beli neto di SRBI Rp44,16 triliun, SBN Rp12,20 triliun, dan saham Rp0,32 triliun.