Friderica menambahkan, literasi dan inklusi keuangan merupakan program nasional, dan OJK diberi mandat untuk menjalankannya bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan di industri jasa keuangan seperti perbankan, asuransi, pasar modal, dana pensiun, dan lain-lain.
Tujuannya membangun masyarakat Indonesia yang terliterasi, teredukasi, dan juga terlindungi dalam memanfaatkan produk jasa keuangan. “Untuk pertama kalinya tahun ini survei dilakukan bekerja sama dengan BPS,” ujarnya.
Baca Juga: OJK – BPS Gelar Survei Literasi dan Inklusi Keuangan 2024
Sementara Amalia berharap melalui SNLIK, BPS bisa berkontribusi mengukur secara independen kondisi literasi dan inklusi keuangan di Indonesia terkini.
Hasilnya dapat digunakan OJK untuk menyempurnakan dan meningkatkan kebijakan dan program literasi dan inklusi keuangan selanjutnya. Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) menargetkan inklusi keuangan Indonesia bisa mencapai 90% tahun ini.
Tahun 2022 tingkat inklusi keuangan Indonesia berdasarkan survei OJK sudah mencapai 85,10%. Sedangkan literasi keuangan 49,68%. Meningkat dibanding inklusi keuangan tahun 2019 yang tercatat 76,19% dan literasi keuangan 38,03%, namun dengan gap antara literasi dan inklusi keuangan yang tetap lebar.
Inklusi keuangan adalah gambaran akses masyarakat terhadap produk jasa keuangan formal, sedangkan literasi keuangan mengukur pengetahuan dan pemahaman masyarakat yang mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam memanfaatkan produk jasa keuangan.