Kinerja BPR dan BPRS juga cukup baik kendati pertumbuhan kredit/pembiayaan serta DPK relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan masih cukup solid, dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing 31,75 persen dan 23,09 persen.
Risiko kredit perbankan pada triwulan II meningkat, dengan rasio NPL gross naik menjadi 2,26 persen, dan NPL net meningkat menjadi 0,78 persen.
Baca juga: OJK Terbitkan Panduan Ketahanan Perbankan Hadapi Risiko Digitalisasi
Terkait kredit yang direstrukturisasi, mengalami penurunan dengan jumlah yang relatif kecil yang berubah menjadi NPL.
Hal ini sejalan dengan OJK yang senantiasa mengimbau perbankan untuk memperhatikan kualitas restrukturisasi sekaligus terus mengkaji prospek pemulihan debitur.
Bank diminta untuk tetap melakukan pengawasan dan monitoring yang ketat, guna mencegah timbulnya pemburukan kredit di masa depan.
Perbankan juga didorong untuk meningkatkan daya tahan melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai.
Dalam rangka mengukur ketahanan bank, OJK meminta bank secara rutin melakukan stress test, dan asesmen terhadap kekuatan permodalannya, guna mengukur kemampuannya dalam menyerap potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi.
Terkait penguatan regulasi, pada periode laporan OJK telah menerbitkan ketentuan perbankan terkait Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR/BPRS), yang merupakan gabungan penyempurnaan dari 3 POJK sebelumnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae menyampaikan, OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya terhadap ekonomi domestik serta perbankan Indonesia.