URBANCITY.CO.ID – Perairan Pasifik utara lagi mengalami musim panas terhangat yang pernah tercatat, dan ini bikin para ahli iklim bingung banget. Dari Juli sampai September, suhu permukaan lautnya lebih dari 0,25 derajat Celsius di atas rekor tertinggi tahun 2022, seperti yang dilaporkan BBC, Sabtu (18/10/2025).
Area laut yang terpengaruh ini luasnya sekitar sepuluh kali lipat dari kawasan Mediterania, loh. Meski perubahan iklim memang bikin gelombang panas laut lebih sering, tapi para ilmuwan masih belum bisa jelasin kenapa pemanasan ekstrem ini bertahan lama banget di Pasifik utara.
Yang menarik, panas ekstra di kawasan yang disebut “gumpalan hangat” ini bisa bikin musim dingin di Inggris jadi lebih dingin, kata beberapa peneliti.
Fenomena ini memang aneh banget. Zeke Hausfather, ilmuwan iklim dari Berkeley Earth, bilang, “Lonjakan suhu di area laut seluas itu sebagai hal yang sangat luar biasa.”
Baca Juga : Nusantara Regas Terima Kargo LNG ke-30 Tahun 2025 untuk Jaga Pasokan Energi Jawa Barat
Data dari layanan iklim Copernicus Eropa nunjukin suhu rata-rata laut di sana jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, dan naik pesat dalam beberapa dekade terakhir.
Pemanasan laut global memang sudah diperkirakan karena emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca. Tapi suhu di Pasifik utara sekarang malah melebihi prediksi model iklim, dengan peluang kurang dari satu persen terjadi alami dalam setahun.
Angin yang lebih lemah dari biasanya di musim panas kemarin mungkin bikin panas dari Matahari lebih tertahan di permukaan laut. Tapi menurut Hausfather, itu belum cukup jelasin semuanya.
“Ini tentu bukan sekadar variabilitas alami,” kata dia. “Ada faktor lain yang bermain di sini,” lanjutnya.
Salah satu penyebabnya diduga dari perubahan aturan bahan bakar kapal. Sebelum 2020, bahan bakar kapal bikin banyak sulfur dioksida, gas berbahaya yang juga bikin aerosol yang memantulkan sinar Matahari, jadi suhu turun.
Sekarang bahan bakar kapal dibersihkan dari sulfur, efek pendinginan itu berkurang, bikin laut lebih hangat. “Tampaknya sulfur adalah kandidat utama penyebab pemanasan di kawasan ini,” kata Hausfather.
Polusi udara di China yang berkurang juga ikut andil. Udara kotor dulu bantu pantulin panas Matahari, tapi sekarang udara bersih, laut di sekitarnya jadi lebih panas.
Nah, dampaknya ke cuaca global? Gelombang panas ini bikin pola cuaca berubah di kedua sisi samudra. Bisa bikin musim panas ekstrem di Jepang dan Korea Selatan, atau badai lebih parah di Amerika Serikat.
“Di California, kami menyaksikan badai petir hebat karena air laut hangat menyediakan panas dan kelembapan,” jelas Amanda Maycock, profesor dinamika iklim di Universitas Leeds.
Dia tambah, air laut hangat bikin sungai atmosfer, pita udara lembap yang bawa uap air ke daratan, bikin hujan lebat atau salju di musim dingin.
Tapi bukan cuma cuaca, kehidupan laut juga terganggu. Dilansir CNN, Jumat (19/9/2025), ini bisa rusak rantai makanan laut. Plankton dan organisme kecil yang jadi dasar ekosistem susah bertahan di air hangat.
Baca Juga : Mengubah Daster Jadi Fashion Elegan, UMKM Binaan BRI “Findmeera” Buktikan Perempuan Bisa Berdaya dari Rumah
Akibatnya, ikan kayak salmon dan cod yang suka air dingin bisa migrasi atau mati, rugi besar buat nelayan dan industri perikanan di pesisir Pasifik. Burung laut yang bergantung ikan di utara juga populasi turun.
Sekarang, permukaan laut di timur Pasifik tropis lebih dingin, tanda La Nina. Ini kebalikan El Nino, biasanya bikin cuaca dingin di awal musim dingin Inggris.
Tapi La Nina kali ini lemah, jadi pemanasan ekstrem di Pasifik utara mungkin lebih dominan. “Kedua penggerak di Pasifik utara dan tropis ini akan beraksi bersama-sama musim dingin ini,” ujar Maycock. “Namun karena La Nina cukup lemah, suhu hangat ekstrem di Pasifik utara mungkin lebih menentukan arah musim dingin mendatang,” pungkas dia.