Upaya sukses SKK Migas dalam menggenjot produksi Migas nasional, ditambah kebijakan Presiden Prabowo untuk tidak lagi mengimpor bahan bakar (LPG, LNG, BBM) dari sumber pasokan tradisional Singapura, harusnya menjadi cemeti untuk menumbuh-kembangkan industri penunjang Migas yang selama ini berdomisili di Singapura. Diperlukan kebijakan terintegrasi yang berdampak kepada pindahnya lokasi industri tersebut ke Indonesia. Salah satunya adalah memanfaatkan porsi TKDN dalam tender-tender SKK Migas dalam bentuk paket insentif Pemerintah.
Erie menilai bahwa SKK Migas sebagai regulator teknis harus bersikap independen dan melakukan pengawasan agar tidak boleh ada ‘main mata’ dengan kontraktor atau vendor yang dengan sengaja melemahkan capaian TKDN dalam proyek-proyek strategis tersebut. Selain itu, SKK Migas juga diharapkan menhttps://urbancity.co.id/wp-content/uploads/2019/10/Post-1.pngg pertumbuhan dan berkembangnya industri penunjang Migas nasional agar terpenuhi capaian TKDN yang maksimum.
Baca juga: Cegah Pencurian, PHR Zona 4, SKK Migas dan Kepolisian Bersinergi
Solusi dan Dukungan dari Berbagai Pihak
Sebagai solusi, Erie mengusulkan adanya semacam monitoring system yang memungkinkan pelaporan pelanggaran TKDN serta peningkatan transparansi dalam proses tender, antara lain dengan disertakannya akses otoritas pengawasan terhadap komposisi TKDN dalam kontrak EPC.
Langkah lain adalah dengan memasukkan besaran porsi elemen TKDN sebagai insentif tertentu (sweetener) dalam proses tender, sedemikian rupa sehingga meningkatkan minat investasi industri penunjang Migas, atau merelokasikan industri mereka ke Indonesia.