“Peningkatan pembangunan rumah subsidi juga perlu mempertimbangkan demand-nya. Tidak semua kelompok masyarakat mampu membeli rumah MBR seharga mulai dari Rp168 juta per unit kendati ada subsidi FLPP,” ujar Ari.
Kelompok masyarakat di desil 1-2 (pendapatan terendah) misalnya, mungkin hanya mampu membeli rumah seharga Rp100 juta ke bawah.
Bila pemerintah memberikan subsidi kepada kelompok yang selama ini belum mendapat perhatian serius ini, demand rumah subsidi akan membesar.
Bank BTN sudah menawarkan skema KPR subsidi Rp75 juta dengan cicilan Rp400 ribu per bulan untuk kelompok di desil 1-2 atau 3 tersebut.
Selain itu ada kelompok masyarakat di desil 6-8 (menengah) yang tidak berminat dengan rumah MBR, karena kurang memenuhi preferensi mereka. Kelompok ini menginginkan rumah yang lebih baik seperti rumah menengah seharga Rp300 juta sampai Rp500 juta.
Karena itu Ari berpendapat, skim subsidi harus diperluas, mencakup mulai dari rumah seharga Rp100 juta sampai misalnya, maksimal Rp500 juta.
Komposisi pendanaan KPR-nya bisa dibuat baru menjadi misalnya 50:50 (50 persen dari pemerintah dan 50 persen dari bank penyalur KPR), periode subsidi dibatasi, misalnya maksimal 8-10 tahun, dan bunga KPR-nya bervariasi antara 5-7 persen per tahun.
“Dengan memperluas cakupan subsidi ke lebih banyak kelompok masyarakat, demand rumah subsidi membesar, dan peningkatan pesat suplai rumah subsidi jadi matching dengan demand-nya,” tutup Ari.
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya di GOOGLE NEWS