“Jika sertifikatnya elektronik dan menjadi jaminan kredit di bank, maka Hak Tanggungan (HT) pun akan menjadi e-HT (hak tanggungan elektornik). Bagaimana proses integrasi antara sistem BPN dan perbankan serta pihak notaris/PPAT? Pengembang perlu mengetahui teknisnya,” ujarnya.
Baca juga: Pengembang REI Desak Pemerintah Segera Tambah Kuota FLPP
Begitu pula jika pinjaman sudah dilunasi debitur. Tentu akan dilanjutkan dengan proses Roya elektronik oleh BPN sesuai informasi dari bank penyalur kredit.
“Dalam beberapa kasus terjadi error, sehingga Roya elektronik masih harus menunggu kembali. Ini harus diantisipasi, karena Roya elektonik atas HT itu akan di-template ke sertifikat elektronik,” jelasnya.
Ketua DPD REI Jawa Barat Lia Nastiti menyatakan, secara teoritis e-sertifikat bisa meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia.
Tapi, untuk itu diperlukan perangkat keras, perangkat lunak dan SDM yang kompeten di BPN, agar sertifikat elektronik itu benar-benar mampu mengefisienkan proses pendaftaran tanah dan pengecekan sertifikat.
“Sebagai pelaku usaha kami tentu ikut aturan. Cepat atau lambat sertifikat tanah elektronik akan ada di seluruh Indonesia. Karena itu diperlukan sosialisasi masif oleh Kementerian ATR/BPN kepada segenap masyarakat, notaris, pelaku usaha, instansi terkait, dan perbankan, mengenai beleid tersebut,” tutupnya.
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya di GOOGLE NEWS