Menurut Ketua DPD REI Jakata Arvin F. Iskandar, REI berupaya mencari terobosan kongkrit dengan
para pemangku kepentingan terkait untuk mencari solusi masalah di atas.
Misalnya, apakah bisa dalam masa transisi ke pemerintahan baru ini, pemerintah kembali menerapkan program subsidi selisih bunga, atau menggali alternatif pembiayaan dari sumber-sumber lain.
“Pengembang harus realistis, APBN untuk subsidi FLPP terbatas,” katanya. Begitu pula dengan perbankan, BP Tapera atau BPJS TK. REI menjajaki kolaborasi apa yang bisa dilakukan untuk memanfaatkan dana kelolaan masing-masing, agar bisa optimal membiayai pengembangan perumahan.
Baca juga: Himperra Minta Tambahan Kuota FLPP Sudah Tersedia Agustus
Ketua DPD REI Jawa Barat Lia Nastiti menambahkan, pengembang rumah subsidi di Jawa Barat yang kuotanya paling besar, sangat berharap tindakan konkret pemerintah mengatasi masalah kurangnya kuota subsidi FLPP itu.
“Jawa Barat adalah penyumbang pembangunan rumah subsidi terbesar di Indonesia. Tahun 2023 realisasinya 61.868 unit, tahun ini kami targetkan 65.000 unit. Kehabisan kuota FLPP bisa menghambat pertumbuhan sektor properti, dan pengembangan rumah subsidi, dan meningkatkan risiko gagal bayar pengembang ke perbankan,” tuturnya.
Ketua DPD REI Banten Roni H Adali menyatakan, Banten sebagai penyumbang pembangunan rumah subsidi kedua terbesar, juga berharap ada upaya pemerintah mendorong berbagai stakeholder terkait mengatasi kekurangan kuota FLPP.
“Permintaan terhadap rumah subsidi tetap tinggi. Kami sudah berkomunikasi dengan pemimpin daerah di Banten terkait kebutuhan dana subsidi perumahan ini. Bersama-sama dengan pemdan, kami menyuarakan pentingnya tambahan pembiayaan bagi rumah subsidi ke pemerintah pusat,” pungkasnya.