URBANCITY.CO.ID – Pemerintah tengah mengusulkan penghapusan ketentuan mengenai batas minimum pidana penjara bagi tersangka pengguna narkoba dalam RUU Penyesuaian Pidana. Kebijakan ini didorong oleh kondisi lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan yang saat ini mengalami kelebihan kapasitas.
Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej, bilang ketentuan itu perlu dihapus gara-gara penjara penuh sesak. Dia bilang, susah bayangin pengguna narkoba bisa kena pidana empat tahun penjara cuma karena kesalahan yang mungkin pertama kali dilakukan.
“Memang kami mengusulkan untuk menghapuskan minimum khusus karena ini mohon maaf overcrowding di penjara itu yang memang dasarnya adalah narkotika,” kata Eddy dalam rapat lanjutan RUU Penyesuaian Pidana di Komisi III DPR, Selasa (2/12).
“Bisa dibayangkan dia membawa 0,1 gram 4 tahun kenanya. 4 tahun kena itu juga membiayai negara untuk bahan makanan dan lain sebagainya. Itu yang pertama,” imbuhnya.
Baca Juga : Heboh Banjir Sumatera: LBH Minta Pemerintah Tetapkan Bencana Nasional & Tangkap Perusak Hutan
Di UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 127 itu ancam hukuman empat tahun buat pengguna obat-obatan terlarang golongan I. Eddy jelasin, ketentuan ini minimum khusus, artinya pengguna narkoba golongan itu gak bisa dipidana di bawah empat tahun. Akibatnya, sekarang lapas mayoritas diisi pengguna narkoba.
Tapi di RUU Penyesuaian Pidana, batas minimum pidana ini dihapus buat pengguna. Soalnya, di praktiknya, batas minimum khusus cuma efektif buat kasus pelanggaran HAM berat dan terorisme.
“Hakim boleh bergerak di antara interval minimum dan maksimum khusus. Tapi secara teori, yang namanya indeterminate sentence (minimum khusus) ini itu sangat selektif, biasanya untuk pelanggaran berat HAM dan terorisme. Itu saja, yang lain tidak,” kata dia.
Nah, selain itu, pemerintah dan DPR juga sepakat RUU Penyesuaian Pidana ini bakal atur beberapa ketentuan soal narkotika. Ini kayak jalan pintas buat isi kekosongan hukum, karena RUU Narkotika belum dibahas di DPR.
Eddy jelasin, ketentuan pidana narkotika di KUHP baru Nomor 1 Tahun 2023 sekarang cuma 16 pasal, dari Pasal 111 sampai 127. Jumlahnya dianggap kurang, karena waktu itu pemerintah dan DPR mau sempurnain lewat RUU Narkotika.
“Harapan kami pembentuk undang-undang waktu itu bahwa UU Narkotika yang baru ini akan selesai sebelum berlakunya undang-undang KUHP, sehingga tidak ada kekosongan hukum. Namun ternyata kenyataannya berbeda,” katanya.
Makanya, RUU Penyesuaian Pidana ini jadi jalan pintas buat balikin beberapa pasal narkotika yang sempat dicabut di KUHP, sambil nunggu pembahasan resmi RUU Narkotika di 2026 nanti.
“Oleh karena itu, kami mengambil jalan pintas. Jalan pintasnya adalah satu, mengembalikan pasal-pasal yang sudah dicabut dalam Undang-Undang KUHP itu dimasukkan kembali ke dalam Undang-Undang Penyesuaian Pidana supaya tidak ada kekosongan hukum,” kata Eddy.
Eddy belum ungkap detail bunyi pasal pidana narkotika di RUU ini. Tapi salah satunya soal batas minimum hukuman pidana yang ditetapkan khusus buat pelaku tindak pidana itu.
“Unsur deliknya tidak berubah, jadi sama dengan undang-undang narkotika, hanya ‘minimum khusus’ berubah jadi ‘khusus pengguna’, yang lain tidak,” ujarnya.




