Selain itu peningkatan inflasi juga dipengaruhi oleh konflik konflik geopolitik yang tidak kunjung reda, yang diperkirakan meningkatkan harga energi, dan peningkatan harga pangan karena telah berakhirnya musim panen.
“Inflasi Desember 2024 diperkirakan naik lebih tinggi dari realisasi inflasi September 2024 sebesar 1,84 persen,” tulis SBPO OJK itu.
Sedangkan tentang kurs rupiah, perbankan masih optimis. Tercermin dari indeks sebesar 51. Namun, indeks itu jauh merosot dibanding indeks nilai tukar triwulan III sebesar 79. Mengindikasikan perbankan kurang pede melihat potensi penguatan rupiah pada triwulan IV.
Baca juga: Dongkrak Daya Beli, BI Dorong Pertumbuhan Kredit yang Buka Banyak Lapangan Kerja
Begitu pula persepsi perbankan terhadap risiko pasar dan risiko kredit, masih di zona optimis. Tercermin dari Indeks Persepsi Risiko (IPR) triwulan IV sebesar 55 (>50). Namun, IPR ini menurun dibanding IPR triwulan III sebesar 57.
Komponen pembentuk IPR terdiri dari NPL/NPF (kredit bermasalah), NIM (selisih biaya dana dan bunga kredit), Posisi Devisa Neto (selisih aktiva dan pasiva dalam valas), dan cash flow (arus kas).
Tentang NPL/NPF perbankan optimis rasionya akan membaik pada triwulan IV dari 2,21 persen pada triwulan III. Karena itu indeksnya meningkat pesat dari 55 menjadi 65.
Menurut SBPO triwulan IV, seiring usaha melakukan monitoring dan penagihan nasabah kredit bermasalah serta pelaksanaan hapus buku untuk menekan peningkatan NPL, perbankan memperkirakan risiko kredit (NPL/NPF gross) pada triwulan IV-2024 membaik.