Sementara Direktur Proyek dan Operasi PT Pertamina New Renewable Energy (PNRE) Norman Ginting menambahkan bahwa sektor transportasi menjadi penyumbang 36% konsumsi energi nasional dan sekitar 73% dari total konsumsi BBM nasional. Karena itu, transformasi energi bersih di sektor ini menjadi sangat penting.
“Indonesia masih bergantung pada impor minyak sejak 2003. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut sekaligus menekan emisi karbon, Pertamina berkomitmen mempercepat diversifikasi energi di sektor transportasi,” ujar Norman.
Untuk Biodiesel, program B40 resmi berjalan pada 2025, dengan dukungan kilang hijau (green refinery) yang dapat memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) untuk melampaui kebutuhan pencampuran biodiesel. Sementara Bioavtur (SAF), uji coba SAF berbasis minyak jelantah yang telah dilakukan Pelita Air menjadi wujud nyata transisi energi di sektor transportasi melalui pemanfaatan sumber daya lokal yang ramah lingkungan.
Baca juga: PGN Usung 3 Inisiatif Utama Gas Bumi Perkuat Komitmen NZE Pertamina
Terkait kendaraan Listrik dan Baterai, melalui Indonesia Battery Corporation (IBC), Pertamina membangun ekosistem EV dan BESS (Battery Energy Storage System) dengan ambisi menjadi produsen terbesar di ASEAN. Adapun untuk Hidrogen dan e-Fuel, Pertamina tengah menyiapkan dua Stasiun Pengisian Hidrogen (HRS) di Daan Mogot (2026) dan Jawa Barat (2028), dengan kapasitas awal 200–500 kg/har
“Indonesia dianugerahi potensi energi bersih dan terbarukan yang melimpah, namun tetap ada tantangan di depan. Karena itu kita perlu bekerja sama. Transisi energi membutuhkan aksi kolektif dengan kolaborasi erat dari semua pihak.” Ujar Norman Ginting. (*)