Baca juga: Stimulus Restrukturisasi Kredit Karena Covid Berakhir
Selain soal restrukturisasi kredit, usai rapat paripurna kabinet itu Airlangga juga menyampaikan tentang ekonomi global dan domestik.
Menurutnya, proyeksi perekonomian global saat ini masih di bawah tren jangka panjang dan memiliki downside risks. Antara lain berupa tensi geopolitik, fragmentasi geoekonomi, pelemahan ekonomi Tiongkok, penguatan USD, suku bunga tinggi dan pengetatan fiskal di negara maju untu mengerem inflasi.
Meningkatnya ketidakpastian tersebut telah mendorong investor beralih ke aset safe haven seperti emas dan USD, yang membuat nilai tukar mata uang global termasuk rupiah merosot.
Kendati situasi global masih diliputi ketidakpastian, Airlangga menyatakan, ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga.
Terlihat dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, ekspor impor, surplus neraca perdagangan, cadangan devisa, dan PMI Manufaktur yang berada di level ekspansif selama 33 bulan berturut-turut.
Juga dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tetap tinggi, dan Indeks Penjualan Riil (IPR) yang tetap tumbuh, yang menunjukkan aktivitas industri dan konsumsi masih terjaga baik, serta daya saing yang meningkat signifikan.
“Harga beberapa komoditas ekspor kita juga mengalami kenaikan, seperti CPO (7,26%), nikel (4,94%), dan tembaga (15,18%). Nilai USD yang menguat menjadi kesempatan meningkatkan daya saing barang ekspor kita yang berbahan baku rupiah itu. Kita harus menggenjot ekspornya,” pungkas Menko Airlangga.
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya di GOOGLE NEWS