Kendati demikian, menurut Ferry, rasio utang pemerintah itujauh lebih rendah dibanding negara lain, seperti Malaysia (67,3 persen PDB), Tiongkok (83,6 persen PDB) dan India (82,7 persen PDB).
Tahun ini hingga akhir Juli 2024, rasio utang pemerintah itu menurun menjadi 38,68 persen PDB, jauh di bawah batas 60 persen sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Struktur utang pemerintah disebut Ferry juga masih tergolong sehat. Per akhir Juli 2024 profil jatuh temponya rata-rata tertimbang 8 tahun.
Sebagian besar utang pemerintah (70,49 persen) berupa Surat Berharga Negara (SBN) domestik atau rupiah. Selebihnya 17,27 persen SBN valas, dan 12,24 persen pinjaman.
Kebanyakan utang pemerintah dalam bentuk SBN itu dipegang lembaga keuangan (39,6 persen), dan Bank Indonesia (24,3 persen). Sedangkan asing hanya memegang 14,0 persen, investor individu 8,7 persen, sisanya institusi domestik lain.
Baca juga: Utang Pemerintah Terus Meningkat, Akhir Juli 2024 Tembus Rp8.502 Triliun
Ferry menjelaskan, komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal melalui utang itu diakui lembaga internasional. Dalam Article IV Consultation 2024, IMF menyatakan Indonesia telah menunjukkan disiplin fiskal yang kuat, memberikan ruang fiskal yang cukup untuk mengantisipasi risiko dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
IMF memproyeksikan utang pemerintah Indonesia menurun secara bertahap menjadi 38,3 persen PDB dalam jangka menengah. S&P Global Ratings mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level BBB dengan prospek stabil, juga karena menilai Indonesia berhasil menjaga stabilitas fiskal melalui kebijakan yang prudent.