URBANCITY.CO.ID – Salah satu amanat UU Perumahan dan Kawasan Permukiman Tahun 2011 (UU PKP) adalah, kewajiban developer menerapkan konsep hunian berimbang 1:2:3 di setiap proyeknya. Yaitu, untuk setiap pembangunan 1 rumah besar, harus diimbangi dengan 2 rumah menengah dan 3 rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pembangunan rumah MBR itu harus dilakukan di hamparan yang sama dengan rumah besar dan menengah. Bila tidak memungkinkan, bisa di luar proyek yang bersangkutan namun masih di wilayah yang sama.
Developer real estate menolak ketentuan UU tersebut dengan berbagai alasan. Karena itu mirip PP mengenai Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) pada UU Perumahan tahun 1982 yang tidak pernah terwujud, sampai sekarang petunjuk pelaksanaan (juklak) mengenai hunian berimbang itu juga terkatung-katung. Jadi, tidak ada developer yang menjalankan ketentuan UU itu tanpa sanksi apapun dari pemerintah sesuai amanat UU PKP.
Menurut Ketua Kehormatan Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata, regulasi hunian berimbang perlu dibenahi agar bisa diimplementasikan. “Kendalanya soal implementasi dari pengembang skala menengah dan besar. Hunian berimbang 1:2:3 itu harus dibangun di satu hamparan, sehingga tidak berjalan. Aturannya rumit dan tidak aplikatif,” katanya dalam diskusi interaktif “Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045” yang diadakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Jakarta, Kamis (21/3/2024).